12 Oktober 2008

Ditinggal Mati Anak Kesayangannya


Cerita No 5
DITINGGAL MATI
ANAK KESAYANGANNYA

Cinta seorang ibu sepanjang jalan, itu kata pepatah. Cinta beliau memang tak ada batasnya. Kita dirawat mulai masih dalam kandungan hingga besar dapat mandiri, ibu masih selalu merawat, mengawasi, mendidik dan memperhatikan. Cinta ibu putus dan akan dibawa sampai mati.

Cinta ibu ini tak hanya pada manusia, tetapi juga berlaku pada beberapa jenis binatang, tak terkecuali bagi orangutan. Sebut saja Juni, nama orangutan penghuni Kamp Rehabilitasi. Orangutan ini sudah 2 kali mempunyai anak, Juni berusaha sekuat mungkin untuk membesarkan anak-anaknya. Ia memberikan contoh makanan yang dapat dimakan, memilih makanan, cara mengupas, dan membuat sarang. Kasih sayangnya diperlihatkan bila si anak tak dapat mengupas biji-biji yang keras. Juni menyuapinya dengan makanan yang telah dikunyahnya dan langsung diberikan ke mulut anaknya bila si anak meminta dengan menempelkan mulutnya ke mulut induk.

Musim kering melanda Kalimantan. Hutan banyak yang terbakar, tak sedikit satwa-satwa yang terpanggang. Di Taman Nasional Tanjung Puting banyak satwa primata yang menuju ke pinggiran sungai, terutama yang masih hidup dalam hutan di luar kawasan taman nasional. Banyak ladang dan semak belukar bahkan hutan bergambut ditelan si jago merah.

Musim itu pulalah, bencana bagi orangutan, penyakit kulit mewabah, tak hanya orangutan rehabilitasi, tetapi juga orangutan liar. Tak ketinggalan Juni dan anaknya, terserang penyakit kulit. Walaupun para petugas baik Jagawana dan karyawan Proyek Rehabilitasi telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengobatinya, anak Juni tidak tertolong dan mati.

Karena kasih sayang kepada buah hatinya, Juni terus saja menggendong, mungkin kalau dia bisa bicara seperti manusia, tentulah dapat mengungkapkan isi hatinya, betapa sedih kehilangan anak kesayangannya.

Tiga hari sudah jabang bayi yang sudah tak bernyawa itu erat dalam dekapan dan pelukan Juni. Bau bangkai menyebar ke mana-mana dikala Juni berlalu. Prilaku Juni tampak seperti biasanya, tetapi bila diamati lebih seksama dia menderita. Stres terlihat dengan ditunjukannya perilaku agresif terhadap semua temannya (orangutan) dan karyawan.

Saya berpikir, sampai kapan Juni akan menderita seperti itu. Saya ajak kawan-kawan karyawan untuk mengambil anaknya. Ketika Juni meletakkan anaknya di rerumputan, sambil memandang wajah anaknya yang sudah dikerumuni semut, serta dipegang-pegang, teman yang lain sembunyi dibalik pohon untuk merebutnya, sedangkan teman lain memanggil Juni untuk diberi makanan.

Untunglah Juni mendekati makanan tanpa membawa anaknya. Dengan cepat, diambillah anak yang sudah mati itu, lantas dibawa lari sekencang-kencangnya.

Melihat gelagat dari karyawan itu, Juni membatalkan mengambil makanan, dan mengejar karyawan yang mencuri anaknya, sambil berteriak “jangan rebut anakku” mungkin, kalau Juni bisa berteriak.

Merasa kecapaian Juni diam, termangu. Tak ada satupun karyawan yang berani mendekat. Mereka berusaha menghiburnya dengan memberi makan dan minum yang sudah dicampuri obat kulit. Anaknya pun dikubur. Rupanya Juni mengetahui saat karyawan menggali tanah untuk menguburkan anaknya.

Sungguh iba melihat Juni memandangi kuburan anaknya dari cabang pohon, hingga 2 hari. Juni tampak kurus. Syukurlah Juni tidak membongkarnya.

Biarlah Juni, mereka aman di dunia sana. Di sana masih banyak hutan lebat yang tidak diganggu oleh tangan-tangan manusia yang tak peduli terhadap bangsamu.
Camp Leakey
1988

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Terima kasih atas infonya...

AKU DAN SISWOYO

AKU DAN SISWOYO
Aku dan Sis tahun 1983, waktu pertama kali melakukan penelitian orangutan, Dia meninggal saat melahirkan anak, terlulu sering melahirkan. Biasanya orangutan, jarak kelahiran anak yang satu dengan yang lain 5-7 tahun. Tapi Sis kurang dari 4 tahun. Maklum setiap harii di Camp, badan subur dan jantanpun sering menaksirnya. Saat melahirkan ari-arinya ketinggalan, terinfeksi setelah ditemukan sudah koma. Siswoyo punya anak 3, Siswi, Simon dan Sugarjito.