21 Agustus 2011

PEREMPUAN PEREMPUAN YANG AKU KENAL II.


Lain lagi dengan seorang kawan, yang akhirnya mengakhiri hidupnya di tiang gantungan, di kebon tidak jauh dari tempat tinggalnya. Ceritanya memang sangat panjang, mulai dari tempat tinggal dan hijrah dan mengadu nasib di Kalimantan. Tekanan ekonomi yang berat untuk menanggung beban hidup keluarga seperti orangtua dan adik-adiknya, akhir mengambil keputusan pindah dan mengikuti program pemerintah, yaitu “transmigrasi”. Dan semua anggota keluarga, berangkat.

Namun rupanya apa yang diimpikan, itu jauh dari kenyataan ketikan sampai di lokasi. Lahan yang yang gersang, tandus, panas terik, air susah, dan pertanianpun, memerlukan tenaga ekstra. Karena bukan berlatar belakang petani “beneran”, maka program itu dianggap sebagai program “membuang” keluarganya ke daerah yang entah berantah.

Ketika jatah hidup sudah sudah habis, hasil perytanian belum menghasilkan, maka suatu ketika kawanku itu, jalan merantau ke kota. Dan di situlah mendapatkan bujuk rayu si hidung belang, dengan berbagai impian, maka rela mengorbankan diri, demi mempertahankan hidup.

Sebulan, setahun dijalani, dengan melayani berbagai jenis, berbagai wajah, berbagai sosok lelaku dengan pekerjaan yang beraneka. Mulai dari anak-anak belasan tahun, anak ingusan yang sdah tahu kehidupan malam, juragan taoke ataupun pegawai negara yang memang mempunyai perilaku yang dapat dijadikan contoh. Perjalanan setahun itu, dijalani dengan rasa tertekan. Melayani setiap malam kadang sampai 2-3 orang, tidak dirasakan, hanyalah sebuah permainan yang dalam hidup yang harus dijalani.

Namu suatu kali ada seorang lelaki yang mengajak berumah tangga, dan menjanjikan akan mengentaskan dan dari desakan hidup, dan mengeluarkan dari lembah hitam. Berbunga, senang, tertawa dan kalau bisa berteriak gembira, dan tak lupa sujud syukur kepada Yang Kuasa, bahwa dirinya akan mengakhiri kehidupan yang “gelap” itu.

Namanya juga lelaki “hidung belang” yang banyak janji, sering melakukan “Mo Limo”, yang dalam bahasa Jawa artinya (Madon atau main perempuan, Minum atau sering minum alkohol, Mabok, Madat, dan Main atau Judi) sudah melekat di diri suami itu. KDRT sering terjadi, tak ayal aku sering melihat kalau keluar rumah, muka lebam, biru dan menagis. Kerja berapa hari tak pulang, dan sampai di rumah marah.

Keputus asaan dan tekanan yang luar biasa dalam menjalani hidup, dan dasar-dasar agama yang tidak kuat, maka kawanku yang baik hati itu, akhirnya mengakhiri hidupnya di bawah pohon cempedak, dengan mengikat tali jemuran. Sungguh menyedihkan.

--oo0oo--

Perselingkungan, adalah sebuah awal kehancuran keluarga. Tak sedikit seorang istri yang rela berpisah, bila merasa dikhianati oleh suami. Dan pada akhirnya, anak-anak menjadi korban. Seorang perempuan, seorang ibu, tentu cintanya sepanjang jalan, dan kasih sayangnya hingga dibawa ke liang lahat. Namun konon ada sedikit seloroh, bahwa cinta seorang lelaki, hanya sampai prpatan, setelah ada lampu merah, kemudian hijau, terserah mau lurus, mau belok kanan atau kiri. Dan itulah beberapa wanita yang aku kenal dalam kehidupannya. Itu yang terjadi beberapa kawan perempuan yang aku kenal dengan baik.

Namun kehidupan anak-anak mereka, dicap sebagai keluarga yang “broken home”. Ada yang mampu mempertahankan status itu, yang penting menjalani hidup dengan baik dan menjadi orang yang berhasil di kemudian hari. Tetapi ada juga yang terjerumus ke lembah hitam dan mengkonsumsi obat terlarang. Karena mereka merasa putus asa, tak ada perhatian dari orangtua, dan mencari figur orangtua yang tak di dapatkan dari ayah dan bundanya.

Perjuangan seorang ibu untuk membesarkan anak-anak, mencukupi kebutuhan hidup sehari hari, membiaya sekolah, merupakan perjuangan yang luar biasa. Apapun pekerjaan yang “halal” akan dilakukan demi buah hati, masa depan anak anak tercinta. Dengan gemblengan agama yang kuat, dibarengi dengan do'a, seorang ibu harus banting tulang agar keluarga yang ditinggalkan suaminya itu, dapat bertahan hidup, dan menembus tantangan kehidupanan.

Kerja sama anak-anak dan pengertian buah hati mereka, merupakan modal utama dalam mengarungi hidup yang akhirnya “lulus” dan berhasil. Namun dari keberhasilan itu, masih ada secerah “kepribadian” yang berbeda dengan anak-anak yang memiliki kehidupan rumah tangga yang mendapatkan kasih sayang ke dua orangtuanya. Terutama mengenai emosional, minta diperhatikan, mudah tersinggung dan ingin menjadi pemimpin. Tetapi tidak semuanya, namun anak-anak kawan itu menunjukkan seperti itu, ketika sudah berumah tangga. Kalau seandainya istri atau suaminya “mengerti” latar belakang rumah tangga, saya yakin akan memahaminya. Namun bila tak memahami, dan saling pengertian, maka akan terulang dalam keluarganya, seperti ayah dan bundanya.

Prahara rumah tangga yang terjadi kawan di daerah yang berbeda, memang sangat berbeda. Gadis muda belia dan antik, supel dan sederhana itu, banyak yang menyukai. Entah dengan jalan dan cara bagaiman, kawan itu manut, nurut apa yang diinginkan dan dikehendaki lelaki yang bisa dibilang adalah masih kawan. Tetapi, yah dasar lelaki yang sudah dirasuki nafsu birahi, tega-teganya menggaulinya. Hamil. Dan pada kondisi yang seperti ini, dia merasa salah. Tak berani kembali ke orangtua (maklum anak kos kosan) karena tak ada khabar berita anak gadisnya itu pacaran atau nikah. Karena badan sudah “bernyawa” dua, akhirnya dia pergi, pamitan kalau dia sedang ada tugas yang nun jauh di sana.

Lelaki tak bertanggung jawab, malah minta “digugurkan” saja janin yang tak berdosa itu. Mangkir dan meninmggalkan. Namun ada satu lagi kawan, bahwa lelaki itu mau menikahi, kalau dia mau engikuti sebuah ajaran yang sedang dia lakoni.

Walau telah mengorbankan “buah terlarang” dan berbuat diluar kesadaran, kemauan dan menyimpang, kawan-kawan itu masih memiliki dasar iman yang kuat. Tak harus “mematikan” jabang bayi yang ada dalam kandungan, atau mengakhiri kehidupan, tapi memilihara hingga lahir, sembilan bulan dilalui penuh dengan penderitaan, tekanan, merasa bersalah. Dia merasa berdosa kepada anak anak itu, yang lahir tanpa ayah yang syah.

Anak yang lahir itu lucu, polos bagai kertas putih yang masih bersih. Anak itu nggak tahu mengapa harus lahir, dan mana ayahnya, mana nenek, kakek, paman, saudara sepupu, masih belum tahu. Sang bunda amat sangat melindungi, diasuh dengan rasa kasih sayang. Berusaha melupakan masa silam yang kelam, namun mencoba menatap masa depan anak itu, penuh dengan keberhasilan, kegembiraan. Kerj keras hanya untuk sang anak buah hati dan harapan masa depan.

Lain lubuk lain ikannya, lain negara berbeda budayanya. Itu sebuah peribahasa yang sedikit diplesetkan. Kawanku adalah seorang peneliti, sedari muda yang berkutat masalah obyek penelitian yang dia gemari. Suaminya yang dibawa hijrah dari negerinya ke negeri orang lain, dan memiliki latar belakang ilmu dan pengetahuan yang berbeda, terpaksa harus berpisah. Karena sang suami menginginkan kembali ke kehidupan yang normal di negeri kelahirannya, dan membesarkan buah hati yang sudah lahir. Namun kawan tadi “keukeh” nggak mau, dan merelakan berpisah.

Namun hingga kini hubungan antara “mantan” suami dan istri itu, berjalan dengan baik, karena ada ikatan anak. Walupun istri sudah bersuami lagi, dan mantan suaminya sudah beristrikan lagi. Dan uniknya, mereka menyunting putra daerah yang dianggap berjada dalam membantu kegiatan penelitiannya itu. Namun walupun dipisahkan dengan jarah yang cukup jauh, anak mereka sesekali berkunjung ke ayah dan bundanya.

Itulah sebuah kisah, dan ringkasan dari penyusunan buku mengenai perempuan-perempuan yang aku kenal. Walau ide itu sudah cukup lama, tetapi perlu mengingat kembali kisah hidup nyata dari kehidupan kawan dekatku yang penuh dengan perjuangan, pengorbanan dan kesabaran.

PEREMPUAN PEREMPUAN YANG AKU KENAL. I


Seringnya “ngelayap” ke berbagai daerah, mulai dari kilometer 0 (nol) di ujung barat negeri ini, khususnya di Pulau Weh (Sabang) sampai unjun timur Papua, aku banyak mengenal sosok wanita yang mempunyai berbagai perilaku dalam menjalani hidup. Ada seorang perempuan yang “gila pekerjaan” artinya hidup untuk bekerja, mengejar karier, hingga mencapai pucuk pimpinan sampai lupa untuk berumah tangga. Ada seorang wanita yang merantau jauh, mempertahankan hidup demi sesuap nasi dan rela menjual harga diri, seorang ibu yang dikhianati suami, dan berjuang untuk membesarkan anak anak karena suami entah kemana. Dan seorang karena putus asa menghadapi tekanan hidup dan persaingan dalam kehidupan, karena tidak didasari iman yang kuat, mengakhiri hidup di tiang gantung. Sungguh merupakan sebuah pembelajaran dalam hidup. Dan ada yang unik, dia rela menceraikan suaminya yang tidak sejalan dalam menjalani profesinya, akhirnya hidup dengan “keprofisonalannya” dan rela dipinang putra daerah pedalaman.

Seorang kawan yang berhasil dalam menjalani hidup, dengan menimba ilmu diberbagai perguruan tinggi, baik dalam dan luar negeri. Sampai gelar berderet dan mentok, nggak ada gelar lagi yang bisa di sandang. Beberapa puncuk pimpinan perusahaan, sudah diduduki. Bebrbagi negeri telah dilalui, namun terasa hampa ketika masuk di rumah yang mewah. Tak ada sapaan mamah, tak ada panggilan sayang hanya panggilan “ibu” atau “nona” atau disebut sebagai majikan dari seorang pembantu rumah tangga. Tak ada lelaki yang menggandeng berdampingan ketika menghadiri sebuah pesta, hanya staff atau asisten pribadi yang setia, menemani saat meeting atau pergi tugas ke luar daerah.

Suatu kali aku pernah bertanya “Apa yang kau cari dalam hidup ini”. Dia diam, membisu, seolah membayangkan sebuah cita cita yang pernah terlontarkan saat masih belia. Bayangan dalam pikiran saat itu, kepingin memiliki keluarga yang sakinah, dengan sepasang anak, yang lucu, sehingga kelak di kemudian hari bisa merawat dirinya ketika sudah lansia. Karena seorang teman, maka biasa saja ngobrol sana sini, untuk saling mengingatkan akan sebuah kehidupan.

“Kenapa yah nggak dari dulu, aku ambil anak angkat. Sekarang umur sudah kepala lima, baru terpikirkan”, begitu jawaban saat aku “ngobrol” melalui dunia maya, yang letaknya berjauhan. Aku hanya bilang “masih banyak anak terlantar, di berbagai panti asuhan, anak yatim piatu, kamu bisa bantu mereka, agak hidupmu lebih bermakna. Hidup adalah sebuah perjalanan menuju kematian, nikmati saja. Mungkin itu jalan hidupmu, semua sudah ada yang ngatur. Dan kamu harus percaya itu. Kalau niat baik, semua akan berakhir baik”. Begitu aku menulis di YM yang panjang lebar buat kawanku itu.

Perempuan yang aku kenal semacam itu tak hanya satu, rata-rata sama, dan kini hidup sebatang kara. Ada keluarga, saudara, keponakan, namun saling berjauhan. Hijrah ke kota besar, bukanlah segalanya, hanya menikmati dunia, menikmati kehidupan yang fana, namun rasa bathin selalu gundah gulana. Akhirnya memahami arti sebuah kehidupan, bahwa hidup tidak harus mengejar materi, namun perlu juga menata diri. Hidup tidak sendiri, yang selama ini “dilakoni” bagaikan mata kuda. Memandang jalan lurus ke depan, tak peduli dengan kanan kiri. Karena hidup tak bisa sendiri, saling tergantung dan menggantungkan dengan mahluk hidup yang ada di sekitarnya.

Kehidupan yang mapan dengan berbagai materi yang dimiliki, rupanya tidak membawa kebahagiaan. Rumah mewah, kendaraan yang bagus, harga mahal. Pakaian yang “ngejreng” hanyalah sebuah “bungkus” yang menutupi kegundah gulanaan dalam menjalani hidup, Namun walaupun bagaiman dengan gemerlapnya kehidupan, di dalam hati kecil kawan-kawan itu menangis, saat malam tiba, sunyi, sepi, di rumah sendiri. Kadang ada yang ditemani dengan seekor kucing cantik dan mahal yang memerlukan perawatan yang tinggi, atau ditemani perangkat permainan yang yang moderen. Namun tidak dibarengi dengan pergaulan dengan masyarakat sekitar, atau kelompok ibu ibu RT atau RW. Tertutup, mengasingkan diri dan seolah-olah, hanyalah sebuah ritme kerja yang harus dilakukan setiap hari. Hari ini mengulang pekerjaan kemarin, dan melakukan lagi untuk hari esok. Begitu dan begitu seterusnya.

05 Agustus 2011

TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING : DARI MASA KE MASA

Taman Nasional Tanjung Puting, sudah menjadi “icon” dunia bagi wisatawan bila ingin melakukan perjalanan wisata alam dan melihat orangutan. Tahun 1980an, dimana Suaka Margasatwa Tanjung Puting ditetapkan dan ditingkatkan statusnya menjadi Taman Nasional Tanjung Puting, kunjungan wisatawan masih didominasi oleh para peneliti, baik dari dalam dan luar negeri, yang ingin menggali potensi alam, kekayaan flora dan fauna dan pengembangan sebagai kawasan konservasi dan usaha melestarikannya. Selain itu juga disusun sebuah manajement plan untuk jangka waktu tertentu.

Pertengahan tahun 1980an, wisatawan mulai berdatangan, semenjak Prof. Birute MF Galdikas, PhD memulai mempublikasikan berbagai artikel mengenai orangutan khususunya dan Tanjung Puting pada umumnya ke berbagai publikasi ilmiah dan semi ilmiah, dengan dihiasi berbagai foto kegiatan yang cukup menarik. Hingga akhir tahun 1980an, wisatawan banyak berkunjung untuk melihat kehidupan flora dan fauna yang ada di sana.

Terjadinya “booming” wisatawan mancanegara, yang berkungjung ke kawasan konservasi ini, setelah dilakukan konferensi internasional mengenai “great Ape Conference” yang mengundang pada pakar, peneliti dan penggiat pelestarian “kera besar” seluruh dunia, berdatangan. Baik peneliti orangutan sendiri, peneliti Gorilla dan Simpanse, memberikan masukan untuk program konservasi tersebut. Dan moment itulah untuk mengankat kepariwisataan di Tanjung Puting, dengan ditandatangi sebuah piagam mengenai Tanjung Puting oleh Menteri Pariwisata dan Budaya, Soesilo Soedarman, saat itu. Paska konferensi itulah, banyak biro perjalana wisata yang memasarkan Tanjung Puting dengan “icon” orangutan sebagai “promadona”.

Namun awal tahun 1990an, ketika Tanjung Puting banyak dikunjungi wisatawan, tidak didukung dengan pelestarian alam di daerah hulu Sungai Sekonyer. Saat itu terjadi “demam” emas di hulu sungai. Setiap hari puluhan bahkan ratusan penambang, ramai-ramai menambang dengan menyemprotkan air dengan mesin penyedot ke pasir, dan membuat lubang-lubang, menyerupai danau kecil. Mulai saat itulah Sungai Sekonyer mulai tercemar.

Kolam “renang apung” yang dibangun di Hotel Rimba tak lagi beroperasi, masyarakat Tanjung Harapan, kesulitan air bersih. Buaya mulai mengungsi ke Sungai Sekonyer Simpag Kanan. Era tahun tersebut, Tanjung Puting mengalami ancaman yang serius. Penangkapan ikan arwana, pembalakan liar, penambangan emas, kebakaran hutan. Banyak kayu “glondongan” mengalir di sepanjang sekonyar, dan pernah terjadi beberapa orangtan mati, keracunan karena meminum air sekonyer, akibat kandungan Hcl yang cukup tinggi, akibat kayu ramin yang ditarik di sungai tersebut.

Namun Tanjung Puting tak pernah sepi dari kunjungan wisatawan, baik dalam dan luar negeri. Wisatawan asing tak banyak pengaruh dengan kerusakan alam, tragedi politik. Karena mereka ingin melihat orangutan, yang relatif lebih mudah dilihat di alam liarnya, bila dibandingkan dengan daerah tujuan wisata lain.

Kunjungan wisata dari tahun ke tahun ada peningkatan. Tahun 2008 kunjungan ke kawasan ini ada 2.391 orang, tahun 2009 adalah 2.344 orang dan 2010 adalah 3.542 orang. Kawasan Tanjung Puting, yang memiliki kekayaan alam ini, rupanya kurang diminati oleh wisatawan nusantara. Walaupun setiap tahun menunjukkan peningkatan, akan tetapi masih dibawah jumlah wisatawan asing. Tahun 2008 (1.066 orang), tahun 2009 (1.512 orang) dan tahun 2010 (2.278 orang).

Semuanya sudah terjadi, kini perlu menatap masa depan kawasan itu, perlu dilindungi, dilestarikan kawasan tersebut. Namun juga perlu pengembangan daerah tujuan wisata lain, agar Tanjung Puting tidak padat. Untuk itulah, diperlukan memeratakan wisata di Kotawaringin Barat, yang memiliki potensi alam dan budaya yang kuat, hingga sangat diperlukan sebuah pengembangan daerah tujuan wisata lain dan menghidupkan kebudayaan yang kental akan “budaya Melayu” dan “budaya Dayak” .

Kunjungan wisatawan pada saat tertentu sangat padat, dan belum dibarengi dengan penyiapan sumber daya manusia yang handal untuk memberikan pelayanan wisatawan yang datang. Semua belajar secara alami, tanpa ada yang membimbing dan memberikan sertifikasi, sehingga ke depannya agar kawasan ini memberikan nilai yang lebih bagi para penggiat pariwisata serta masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu perlu duduk bersama, merencanakan, mengembangkan, dan memasarkan paket program yang ada. Baik melalui sebuah wadah yang berupa lembaga ataupun forum atau dalam bentuk lain, untuk melakukan pengelolaan dan pengembangan bersama di bidang kepariwisataan.

BELAJAR HIDUP DARI ORANGUTAN

Konon menurut para ilmuwan yang mendalami masalah permonyetan (primatologi), manusia itu genetiknya berdekatan. Malah ada yang bilang orangutan, gorilla atau simpanse, lebih dari 90 % sama dengan manusia. Oleh karena itu, percobaan berbagai jenis obat, sebelum dikonsumsi oleh manusia, dicobakan dulu ke monyet atau kera ini.

Sebelum diujicobakan ke bangsa primata, berbagai jenis obat sering diujicobakan ke tikus atau kelinci. Maka ada istilah "kelinci percobaan". Namun, berbagai jenis obat yang dicobakan ke tikus dan kelinci, mempunyai dampak yang tidak menggembirakan. Misalnya obat mual bagi wanita hamil, yang dicobakan ke kelinci, kemudian dikonsumsi oleh manusia (ibu hamil). dampaknya adalah cacat pada jabang bayi. Namun kini obat-obatan itu sudah aman, karena (konon) aman bagi "primata " percobaan.

Adalah sebuah pengalaman yang menarik, ketika saya melakukan penelitian "kera merah" ini di hutan Kalimantan Tengah. Saya mencoba, berbagai jenis makanan yang dimakan orangutan, baik daun, bunga, buah, kambium (kulit bagian dalam). umbut, jamur, kepompong dsb. Namun ada jenis tertentu yang saya sudah paham, yaitu Rangas. Jangankan memakan, kecipratan getahnya saja, bagai kena luka bakar.

Pada perang dunia ke II, monyet dijadikan "guru" bagi para serdadu Amerika. Misalnya (menurut catatan), serdadu yang terlibat perang di Pasifik, membawa beberapa ekor monyet (Monyet ekor panjang), dari Phillipina, dibawa ke Papua. Serdadu melihat jenis-jenis yang dimakan monyet, dan menirunya. Nah, kini monyet peninggalam serdadu itu, membawa masalah di Papua (termasuk Papua Indonesia), yang kini menjadi hama dan masalah bagi pertanian.

Kalau buah, rata-rata bisa dimakan, ada yang manis, sepat, asem, namun rupanya orangutan menyukai yang manis, seperti rambutan, duku atau durian. Bila pas musim durian (rupanya beberapa jenis binatang juga suka durian), maka kita harus hati-hati di seputaran pohon durian yang sedang berbuah. Apalagi bila sudah mulai masak dan jatuh. Di lantai hutan ratusan durian yang berserakan. Namun di sana juga berbagai jenis binatang ada. Mulai dari rusa, babi, orangutan ataupun beruang. Konon bila di Sumatera, lebih lengkap lagi binatangnya, ditambah harimau dan gajah. Plus manusia yang memakan segalanya, dan manusia merupakan "pesaing" utama bila musim durian. Berbagai jenis durian ada, mulai yang manis, sedikit pahit, gurih ataupun "hambar" tak berasa. Durinyapun ada yang panjang sekitar 5 cm lebih, atap yang pendek sesuai dengan yang biasa kita lihat.

Ada juga buah yang kulitnya sangat gatal sekali, namun bijinya gurih seperti kacang. Proses orangutan untuk mendapatkan biji tersebut, melalui proses, dengan meremas, atau menggosok gosokan di dahan, agar duri yang gatal terkelupas. Bukan main memang, orangutan yang hidup liar itu sudah memiliki cara untuk mendapatkan sesuatu.

Tapi ketika makan biji buah liar itu, saya sempat tertipu, hingga mual, muntah dan kepala pening sejenak. Ceritanya, pagi itu orangutan asyik makan, buahnya panjang seperti kacang panjang, tetapi daging buahnya warna kuning menawan. Saya langsung saja ambil dan makan. Rasanya memang manis, tetapi beberapa saat kemudian, mual dan muntah. Rupanya yang dimakan bukan daging buah tetapi biji, saya ketahui setelah aku amati bagian mana yang dimakan. Tertipu.

Kulit pohon, juga sangat disukai, khususnya kulit pohon kampas. Pohonya besar. Kadang orangutan jantan seharian betah, mengelupas dan memakan kulit bagian dalam. Memang rasanya manis, banyak airnya. Dan tentu banyak energi yang dikandung, karena merupakan air yang berasal dari tanah dan mengalir ke atas untuk dirubah menjadi karbohidrat. Biasanya pada musim kemarau ketika buah-buahan tidak banyak, atau daun muda belum berkuncup atau bunya belum mekar, orangutan sering memakan kulit poohon ini.

Ada buah yang juga disukai orangutan karena "gurih" rasanya, yaitu buah yang memiliki kulit yang keras. Sayapun mencobanya, tapi kerasnya kulit buah. Saya harus menggunakan parang atau batu atau palu untuk memecahnya. tetapi orangutan hanya dengan menggigit. Luar biasa kerasnya.

Ada sebuah pertanyaan bagi saya, ketika meneliti orangutan yang usai melahirkan. Sang Bunda hanya diam di sarang, sesekali jalan, hanya untuk mendapatkan daun tertentu. Konon daun itu juga digunakan orang pedalaman, untuk melancarkan atau mengeluarkan atau membersihkan rahim, bagi orang yang usai melahirkan. Memang perlu melakukan penelitian yang mendalam untuk beberapa jenis tumbuhan yang dimakan berbgai jenis satwa, khususnya primata.

Tak hanya daun, biji, buah, kulit dan bunga yang dikonsumsi kerah besar ini, tetapi juga jelutung. Jelutung adalah karet alam yang tumbuh di rawa-rawa. Getah karet alam ini. konon menjadi bahan dasar pembuatan permen karet. Orangutanpun, suka "mencicipi" getah yang manis itu.

Menurut Prof Birute Galdikas, peneliti orangutan sejak tahun 1971 ini, bahwa orangutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam regenerasi hutan, termasuk penyebar biji-bijian. Ada sekitar 40 jenis tumbuhan yang disebarkan bijinya oleh orangutan.

Masih banyak misteri flora di alam, yang belum semua diungkap, untuk mencukupi kebutuhan manusia, tak hanya obat-obatan tetapi juga sumber pangan yang diperlukan. Kehilangan hutan, sama halnya dengan hilangnya sumber daya alam hayati yang belum dimanfaatkan secara optimal. Masih banyak jenis buah yang belum dibudi dayakan, atau tumbuhan lain yang bermanfaat.

Semoga lestari alam ini, bagi kehidupan flora dan fauna yang mempunyai manfaat bagi kehidupan kini dan yang akan datang.

dIMUAT DI : http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=18979 : Senin, 06-06-2011 10:28:38 oleh: Edy Hendras W
Kanal: Iptek

Robot, Bahasa dan Senyuman Manis Sang Pramugrari

Setiap naik pesawat dari berbagai maskapai penerbangan, baik dalam dan luar negeri, sepertinya mempunyai SOP (Standard Operational Procedure) yang sama. Gayanya seorang pramugari dalam memberikan instruksi, informasi yang disampaikan, petunjuk yang diberikan, dsb. Hanya beda di bahasa pengantar saja, bahasa nasional dan bahasa international. Pekerjaanya monoton, pekerjaan kemarin dikerjakan hari ini, dan diulang lagi esok hari, begitu dan begitu seterusnya. Kerjanya kayak robot, sudah diprogram.

Saya gak kebayang, kalau seandainya bahasa pengantar pakai bahasa daerah. Pesawat mau ke Jogja, Solo atau kota lain pakai bahasa Jawa, atau bahasa Sunda kalau ke Bandung. Dan bahasa Batak, Padang, Aceh, Dayak, Betawi, entahlah banyak sekali dengan bahasa lain di nusantara ini. Kemudian pakai bahasa internasional, supaya penumpang juga belajar bahasa Inggris dan mengenal bahasa daerah. Sekalian mengingatkan dan melestarian bahasa. Sugeng Sumping, Sugeng Rawuh, Horas dsb. Konon, menurut ahli bahasa, beberapa bahasa daerah, nyaris punah.

SOP di dalam pesawat, rata-rata gak jauh berbeda. Senyuman pramugari dengan ucapan selamat datang. Senyumannya pun berbeda. Di pagi hari masih segar, tulus dan membawa makna. Mana kala sudah siang, terlihat senyuman itu dipaksakan, mungkin sudah capai. Dan mau gak mau harus dilakukan, karena sudah SOP seorang pramugari. Saya sendiri kebayang, waktu selamatan pernikahan saya, memberikan senyuman lebih dari 100 undangan yang akan menyalami, capai juga bibir ini. Apalagi pramugari, berapa ratus orang, harus diberikan senyuman. Gak kebayang juga kalau pramugari yang biasa di depan pintu itu, senyum salaman juga, heheheh.....kayak kabayan.

Agenda selanjutnya, paramugari adalah memberikan peragaan, bagaimana menggunakan sabuk pengaman, pelampung ataupun masker oksigen. Tapi kadang aku belum tahu juga, bila terjadi sesuatu, aku juga belum tahu, cara buka pintu atau jendela darurat, kalau pas dapat bagian di tempat duduk yang berdekatan dengan pintu darurat. Tentu gak perlu diperagakan dengan membuka jendela darurat itu kan. Lantas aku kebayang juga kalau penyampaian itu, pakai bahasa daerah, entahlah terjemahannya seperti apa.

Penyampaian peragaan, juga standar seorang pramugari. Dari tahun ketahun, gak ada perubahan. Ada pesawat yg sudah pakai vedio, sudah mendingan, sehingga pramugari sudah tidah pakai berlenggak lenggok memperagakan instruksi yang disarankan. Seperti wayang memainkan peranan, sedangkan dalangnya, yang membacakan teksnya. Tentu sudah hafal, nglotok di luar kepala, karena diucapkan setiap akan terbang.

Aku kebayang lagi nih, apakah gak ada cara lain dalam pemberian peragaan itu, yang membuat penumpang tertarik. Gak hanya diam memperagakan, tapi sambil jalan, kepada penumpang yang belum paham. Saya yakin banyak penumpang yang gak tahu. Apalagi saat ini terlihat penerbangan tidak hanya dimiliki orang kelas ekonomi atas. Mulai dari bawahpun, banyak pada naik pesawat. Karena harga terjangkau. Bila dibandingkan naik kapal atau bis, harga tak jauh beda, tapi naik pesawat mempersingkat waktu dan jajan di sepanjang perjalanan. Misalnya penyampaian itu setengah diskusi, bertanya kepada penumpang yang belum paham, atau dengan cara seperti apa, agar mendapatkan perhatian dan didengar oleh penumpang.

SOP selanjutnya membagi makanan, kalau ada. Karena sudah ada beberapa maskapai yang gak ngasih lagi. Malah beberapa maskapai yang jualan makanan, atau minuman. Sudah kayak kereta ekonomi saja atau bis yang jualan makanan, atau pernak pernik kebutuhan pribadi.

Otakku langsung berpikir, ketika melihat para penumpang yang ngelamun selama penerbangan. Tidur tak bisa, baca koran atau majalah, kayaknya gak ada yang menarik. Tapi ada juga yang gak mau diam, ngetik buka laptop, main game, denger lagu, baca, isi teka teki. Dan semua itu tergantung si penumpangnya. Kalau seperti saya yang seneng nulis, gak ada laptop, yah pakai HP aja, yang penting, gak ada waktu luang untuk bengong, tapi lamunan, impian atau ide, bisa saya tuangkan dalam bentuk tulisan, seperti tulisan ini. Lumayan 1 jam penerbangan, bisa menuangkan buah pikiran.

Kalau pesawat yang ada TVnya atau memutar film humor, tampak berbeda para penumpang itu. Banyak yang tertawa, walau gak ada kata katanya, tapi dengan bahasa tubuh sudah bisa membuat orang tertawa.

Entah barang kali lamunan saya agak gila, kalau dalam pesawat itu ada hiburan, biar membuat penumpang yang sedang gundah bisa sumringah, yang patah hati terobati, yang kesusahan dapat hiburan, orang yang sibuk dengan pekerjaan, dapat inspirasi untuk dikembangkan. Banyaklah. Sehingga penumpang mendapatkan kesan dalam sebuah perjalanan. Misalnya ada yang main gitar, sulap ala pengamen di bis, atau kreta api.

SOP berikutnya adalah ucapan terima kasih ketika penumpang turun. Hampir sama senyuman yang disampaikan kepada penumpang. Kata iklan pasta gigi, senyuman sejuta arti. Entahlah arti senyuman pramugari itu, yang tahu artinya hanya Allah dan pramugari saja yang tahu.

"Terimakasih.....ih penumpang nyebelin....".
"Terima kasih... Cakep juga euy"
"Terima kasih, semoga selamat sampai tujuan" amien.
"Terima kasih, semoga kembali lagi naik masakapai kami"...kepanjangan, berapa orang yang harus disampaikan seperti itu, supercapai, tenggorakan nanti kering....
"Terima kasih....ih cepetan turun, sudah malem nih, mau balik ditunggu pacar gue...."
Itu mungkin yang diucapkan sang pramugari, dan kata hati. Sekali lagi hanya pramugari saja yang tahu dan Allah semata.

Mohon maaf, saya bukan menyepelekan tugas pramugari yang mulia, akan tetapi SOP itu bisakah diubah. Agar informasi yang disampaikan dipahami oleh penumpang, dan diri pramugari, dipacu untuk kreatif dalam menjalankan tugas, tidak hanya mengikuti "juklak" yang ada. Dan yang penting, pramugari juga gak BT banget, duduk melamun masa depan yang gak jelas. Mau jadi apa setelah gak jadi pramugari.

Tiba tiba pramugari senior sudah berdiri di samping saya, dengan senyuman yang khas, kemudian memberi tahu agar mematikan pengoperasian HP saya, walau jaringan sudah saya off kan tapi harus mati. " Mohon maaf tolong dimatikan HP, karena pesawat segera mendarat, terima kasih".

Oh, maaf mbak.....
Dimuat di: Rabu, 08-06-2011 10:12:07 oleh: Edy Hendras W
Kanal: Suara Konsumen: Rabu, 08-06-2011 10:12:07 oleh: Edy Hendras W
Kanal: Suara Konsumen

Wisata Goa, Wisata Alam dan Sejarah


Musim liburan nyaris tiba, sebentar lagi anak-anak kita, keponakan atau saudara yang masih duduk di bangku sekolah akan libur. Sebagai orangtua, akdang kebingungan untuk ngajak putra putri tercinta untuk mengisi liburan. Kadang ada juga orangtua yang tak begitu pusing, karena nak-anaknya sudah mempunyai acara sendiri, dengan melakukan kegiatan atau berkunjung ke saudara di tempat lain atau berkunjung ke kerabat di desa atau kota untuk menikmati liburan.

Di beberapa kota, liburan bisa dibilang mahal, membayar tiket masuk atau ikut permainan yang ada di lokasi hiburan. Namun ada juga yang murah meriah tanpa harus mengeluarkan kocek dalam, karena anak- anak senang bermain di alam dengan berbagai kreatifitas, terutama yang tinggal di daerah. Boleh jadi ada beberapa siswa yang mengisi liburan dengan magang, atau bekerja untuk mencari pengalaman dan sekaligus menghasilkan, untuk tambahan uang jajan.

Wisata ke Goa, banyak bertebaran di negeri ini. Di setiap daerah ada goa buatan, yang memang sengaja dibangun untuk berlindung ketika perang meletus. Katakanlah Goa jepang, Goa Belanda yang dibangun dengan berbagai tujuan. Selain untuk berlindung dari serangan musuh, juga untuk menahan dan memenjarakan, atau bahkan penyiksaan para pemberontak (istilah penjajah), namun mereka adalah pejuang kemerdekaan (bagi bangsa Indonesia).

Ada juga Goa alam, memang terbentuk oleh alam, proses alam yang terbentuk melalui proses yang sangat panjang. Sehingga bentuknya beraneka dan ruangan di dalamnya juga ada yang luas, ada pula yang sempit. Malah sering kali terdapat sungai di dalamnya. Banyak contoh Goa alam yang ditemui dengan fenomena alam yang mengaggumkan.

Khusus Goa yang dibuat untuk perlindungan, di beberapa daerah ada. Namun yang cukup terkenal adalah Goa Jepang di Bukit Tinggi atau Goa di Taman Hutan Raya Ir H. Juanda, di Bandung Utara. Goa-goa itu dibangun sedemikian rupa, dengan lorong yang panjang, lurus kadang berkelok, dan penuh dengan jebakan dan tempat peristirahatan para jendral, tempat pengendalian peperangan, serta penjara bagi “musuh”para penjajah.

Kalau berkunjung di Bandung, lokasi ada di Bandung Utara, tepatnya di Dago Pakar, di dalam kawasan Tahura Ir H. Juanda. Lokasi memang nyaman, adem serta kelebihannya, selain belajar mengenai sejarah mengenai perjuangan para pejuang kemerdekaan, dalam kawasan itu juga belajar dengan kehidupan flora dan fauna. Sekaligus belajar sejarah dan pengetahuan alam. Selain Goa Jepang, dalam kawasan konservasi itu juga ada Goa Belanda.

Kawasan yang terletak di daerah tangkapan hujan itu, namun sudah padat penduduk, mudah dijumpai, dan sudah ada dalah peta daerah tujuan wisata di bandung dan sekitarnya. Mengenai pemandu, jangan khawatir. Anda begitu masuk dan membeli tiket, sudah ada pemandu yang menawarkan jasanya, untuk mengantar dan menjelaskan alam dan lingkungan yang ada di sana. Anda tinggal mau belajar atau mengetahui tentang apa, sejarah atau alam. Pemandu di sana sudah ada 4 orang yang khusus sejarah dan 3 orang untuk belajar biologi. Artinya para pemandu itu sudah dilatih mengenai alam yang ada di sekitarnya.

Wisata ini sangat menarik bagi pendidikan sejarah dan alam lingkungan. Didukung dengan jalan yang naik turun, bagus untuk olahraga, juga pohon besar dan rindang sudah dikasih label bahasa ilmiah, jauh dari panas yang terik, serta didukung dengan suasana yang sejuk, khas dari bumi Parahiyangan yang ada di sebelah utara ini. Biaya tak mahal, namun memiliki nila sejarah yang besar. Agar kelak anak-anak memahami arti sebuah perjuangan bangsa ini, serta kegiatan yang melindungi kawasan tangkapan hujan yang menjadi sumber mata air untuk menghidupi warga Bandung.
(dimuat di : http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=19033, Minggu, 19-06-2011 11:28:30 oleh: Edy Hendras W
Kanal: Wisata

10 Maret 2011

DESA SEMANGKOK KALIMANTAN TIMUR

Selayang Pandang Desa Semangkok.
Laporan ini adalah laporan awal dari pengamatan untuk tujuan pengembangan masyarakat di desa Semangkok. Dalam deskripsi, hanya digambarkan data sekunder dan hasil pengamatan langsung secara empiris dari kondisi yang ada di masyarakat. Perlu pendalaman untuk menentukan strategi apa yang akan dilakukan kemudian. Tujuan dari laporan ini adalah untuk menentukan data detail yang harus diperoleh jika tujuan pengembangan sudah ditentukan. Selain gambaran pengembangan yang diharapkan dan data detail yang diperlukan, dalam laporan ini juga sedikit memberi gambaran tentang strategi yang perlu dilakukan ke depan.
Desa Semangkok adalah salah satu desa di Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Desa ini memiliki luas sekitar 18.000 ha, terletak di pesisir timur pulau Kalimantan. Kecamatan Marangkayu sendiri merupakan kecamatan pemekaran dari Kecamatan Muara Badak. Secara geografis Kecamatan Marangkayu terletak di titik antara 1170 06’-1170 30’ BT dan 00 13’-00 07’ LS. Desa Semangkok adalah salah satu desa dari 11 desa di kecamatan Marangkayu yang memiliki ketinggian rata-rata 5 m – 200 m DPL. Umumnya adalah dataran rendah bekas rawa gambut, kecuali beberapa daerah yang memiliki kontur berbukit-bukit. Kawasan ini memiliki curah hujan yang cukup tinggi, yaitu sekitar 2.000-4.000 mm per tahun. Suhu rata-rata sekitar 260 C dengan perbedaan suhu siang dan malam sekitar 50 -70 C. Terminal Santan, yaitu terminal penyaluran pipa gas yang dioperasikan oleh CHEVRON yang sebelumnya dioperasikan oleh UNOCAL sejak tahun 1971 secara geografis terletak di wilayah administrasi Desa Semangkok.
Populasi penduduk di desa Semangkok tercatat 3.046 jiwa yang didominasi suku Bugis atau sekitar 80 %, sisanya adalah suku Jawa, Kutai, dan Banjar. Desa Semangkok terbagi dalam 13 RT dan 5 dusun, yaitu dusun Tanjung Batu, Rapak Lama, Rapak Lama Dalam, Gunung Pasir, dan Gunung Menangis. Kawasan pemukiman awal desa Semangkok adalah kampung Rapak yang dibuka pada sekitar awal tahun 1960an. Di kampung ini masyarakat membuka lahan sawah yang saat ini memiliki luas sekitar 3.000 Ha. Pada awalnya masyarakat di kawasan ini juga menanam palawija dan lada. Pekerjaan utama masyarakat saat ini adalah petani dan buruh tani. Di kampung Bagang, mayoritas penduduk adalah nelayan.
Pendidikan masyarakat di desa Semangkok sudah cukup baik. Ada satu orang yang menamatkan pendidikan sampai S2, 15 orang tamat S1 dan sekitar 9 orang tamat diploma. Di desa ini ada sekolah sampai tingkat SMP, dan untuk melanjutkan sampai SMA harus ke Kecamatan Marangkayu yang berjarak sekitar 10 Km dari desa Semangkok.
1.1. Kampung Bagang
Kampung ini merupakan pemukiman dengan komunitas nelayan jaring, pancing dan bagang. Bagang adalah semacam rumpon yang dibangun di tengah laut yang dikunjungi secara berkala untuk memancing atau menjaring ikan. Jumlah penduduk di Kampung Bagang sekitar 44 KK. Mayoritas penduduk kampung Bagang adalah suku Bugis dan hanya beberapa yang berasal dari suku Jawa. Selain sebagai nelayan, masyarakat kampung Bagang juga menggarap sawah dan lahan kering untuk tanaman holtikultura dan perkebunan. Luas lahan sawah sekitar 106 ha dan lahan kering sekitar 65,75 ha. Tanaman perkebunan di Kampung Bagang didominasi oleh tanaman kelapa. Sejak beberapa tahun belakangan ini masyarakat kampung Bagang mulai mencoba menanam tanaman perkebunan seperti karet dan kelapa sawit. Saat ini di beberapa ladang milik masyarakat kampung Bagang terlihat sudah berumur sekitar satu tahun.
Perekonomian masyarakat kampung Bagang ditopang oleh kegiatan perikanan laut sebagai nelayan, dan budi daya pertanian. Beberapa anggota masyarakat kampung Bagang juga terlihat memelihara sapi yang masih diusahakan dengan sistem penggembalaan
Kondisi sumber daya alam yang berlimpah sangat berperan membantu sebagai sumber pendapatan masyarakat. Hasil laut yang masih sangat berlimpah memberikan hasil yang relatif masih baik meskipun pasang surut perolehan hasil perikanan laut sangat tergantung dari kondisi iklim. Hasil laut yang diperoleh oleh masyarakat adalah udang, kepiting, ikan teri dan beberapa ikan kecil lain untuk dibuat ikan asin. Nelayan pancing biasanya mendapat ikan seperti kakap, tongkol, dan beberapa jenis ikan karang. Pada musim-musim tertentu, nelayan mendapatkan udang dan ikan teri sangat berlimpah. Udang biasanya diperoleh dengan memasang jaring di wilayah pesisir pantai. Oleh karena banyak kawasan mangrove yang rusak, saat ini hasil tangkapan udang dan kepiting sudah sangat menurun.
Kehidupan nelayan yang sangat tergantung dengan musim dan cuaca, tidak selamanya memberikan jaminan ekonomi yang baik bagi masyarakat. Untuk menopang kebutuhan akan pangan masyarakat Kampung Bagang juga membuka lahan sawah atau menjadi buruh tani. Teknologi persawahan yang dilakukan masyarakat di Kampung Bagang tergolong cukup maju. Meskipun kawasan ini merupakan kawasan rawa gambut dengan keasaman air yang sangat asam (pH ≤3), masyarakat mampu membangun irigasi dan pengaturan air sangat baik. Cara bersawah menggunakan teknik yang mereka sebut sebagai teknik ‘tabula’ atau dengan menanam padi tanpa membuat persemaian, dan benih padi langsung ditebar di lahan sawah yang sudah dibajak. Kondisi alam yang sangat ektrim hanya menjajikan kemampuan panen rata-rata kurang dari 4 ton per hektar. Meskipun demikian, dengan jumlah penduduk, luas lahan persawahan yang ada saat ini dan tingkat produktivitasnya menunjukkan bahwa produktivitas padi di kawasan ini cukup untuk kebutuhan dan bahkan berlebih. Dengan kata lain produksi beras di kampung Bagang ternyata surplus. Lahan persawahan masyarakat kampung Bagang terletak agak jauh dari pemukiman.
Peternakan sapi belum menjadi kegiatan utama meskipun jumlah sapi di kampung ini berjumlah sekitar lebih dari 100 ekor. Hasil yang diperoleh dari peternakan sapi masih berupa menjual sapi setiap tahun sebagai penghasilan sampingan. Usaha peternakan di kampung Bagang dijalankan secara tradisional dengan melepas sapi ternak berkeliaran. Tidak ada ternak yang dikandangkan. Cara ini memicu konflik di masyarakat karena banyak tanaman pertanian yang menjadi sasaran dimakan oleh sapi. Selain itu sapi yang berkeliaran umumnya tak terurus, kondisi kesehatannya kurang baik dan banyak yang terserang penyakit.
Vegetasi yang memenuhi pemukiman kampung Bagang didominasi oleh tanaman kelapa. Pohon kelapa yang tumbuh di kampung ini sudah cukup tua. Beberapa di antaranya banyak yang sudah mati. Menurut cerita para tetua kampung, pohon kelapa yang ditanam masyarakat berumur hampir sama dengan berdirinya kampung. Kebun kelapa oleh masyarakat sudah dianggap tidak lagi memberi hasil yang memadai. Produktivitas pohon kelapa saat agak kurang meskipun harga saat ini relatif cukup baik. Mungkin pengusahaannya yang kurang intensif mengakibatkan hasilnya tidak optimal. Saat ini sangat jarang terlihat masyarakat yang mulai membibitkan atau meremajakan tanaman kelapa. Bahkan beberapa pohon kelapa saat ini batangnya dijual dan dikirim ke Jawa.
Hasil pertanian palawija, buah-buahan dan sayur mayur masih sangat rendah. Hanya beberapa masyarakat yang mengusahakan pertanian palawija dan sayuran seperti jagung, cabe, atau buah-buahan seperti pisang, durian, cempedak, dan rambutan. Kebutuhan palawija dan buah masih banyak yang didatangkan dari tempat lain. Sayuran untuk kebutuhan masyarakat masih dipenuhi dari kawasan pertanian di sekitar Bontang.
1.2. Kampung Rapak Lama
Sesuai dengan namanya, Kampung Rapak Lama atau lebih sering disebut sebagai Kampung Rapak, sebelumnya merupakan kawasan rawa. Rapak dalam bahasa Bugis berarti rawa-rawa. Kampung Rapak memiliki jumlah penduduk lebih padat dari kampung Bagang. Kondisi ekonomi masyarakat di kampung Rapak terlihat lebih baik. Banyak di antara mereka adalah karyawan perusahaan atau pegawai negeri seperti pegawai kecamatan, desa, atau guru. Selain menjadi pegawai, masyarakat di kampung Rapak masih banyak juga yang menekuni pekerjaan sebagai petani.
Pertanian di Kampung Rapak Lama didominasi oleh padi. Hamparan sawah terlihat sangat luas terbentang di sekitar kawasan kampung Rapak. Lahan pertanian di Kampung Rapak terletak agak jauh dari pemukiman dan merupakan komplek persawahan tersendiri. Teknologi bersawah yang diterapkan oleh masyarakat hampir sama untuk kawasan ini yaitu dengan menggunakan sistem ‘tabula’.
Pertanian palawija dilakukan di lahan tanah darat yang juga terletak agak jauh dari kampung. Lahan tanah darat yang diakui oleh masyarakat sangat luas, umunya merupakan lahan bekas hutan yang telah diambil kayunya. Sayang lahan itu kurang diurus sehingga menjadi kawasan terlantar yang sangat luas. Oleh karena tidak diurus maka praktis tidak memberikan hasil. Beberapa tahun terakhir ini banyak lahan-lahan itu diusahakan menjadi lahan perkebunan dengan komoditi karet dan kelapa sawit. Akan tetapi oleh karena di kawasan ini sangat kekurangan tenaga kerja maka perkebunan yang sudah dibuka sekarang banyak juga yang tidak diurus, ditinggal sudah cukup lama dan menjadi kawasan semak belukar yang terlantar.
Secara umum masyarakat kampung Rapak memiliki kegiatan pertanian sama seperti yang dilakukan oleh masyarakat di Kampung Bagang. Beberapa masyarakat memiliki ternak sapi, kebun kelapa di belakang rumah, dan memiliki lahan sawah dan tanah darat. Hanya beberapa masyarakat Rapak yang menjadi nelayan dan tidak sebanyak jika dibandingkan dengan nelayan di kampung Bagang.
Taraf kehidupan masyarakat di kampung Rapak sepintas lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi masyarakat di Kampung Bagang. Kondisi perumahan di kampung Rapak terlihat jauh lebih padat dan relatif lebih bagus. Di antara mereka terlihat banyak yang memiliki mobil dan bangunan rumah permanen dari batu. Di kampung Rapak banyak masyarakat yang memiliki usaha di berbagai bidang kegiatan, dari perdagangan sampai usaha menjadi pemborong bidang konstruksi.
2. Dinamika Kemasyarakat Desa Semangkok
Agak terasa aneh jika dibandingkan dengan daerah lain bahwa masyarakat desa Semangkok yang memiliki jumlah penduduk tidak lebih dari 4.000 orang memiliki sekitar 22 kelompok tani dan banyak lagi berbagai kelompok lainnya. Sudah dapat dipastikan bahwa terjadi saling tumpang tindih kegiatan di antara kelompok yang ada. Dari pengamatan dan komentar masyarakat sendiri mencatat bahwa kelompok-kelompok yang dibentuk itu semata hanya untuk memenuhi permintaan adanya berbagai program yang di buat oleh berbagai pihak baik swasta maupun pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang mensyaratkan penyaluran dana program hanya bisa melalui kelompok. Kelompok yang terbentuk di masyarakat biasanya bukan merupakan aspirasi yang muncul dari masyarakat sendiri.
Kampung Bagang dan Rapak adalah kampung yang memiliki hubungan sangat dekat dengan Terminal Santan yang dioperasikan oleh CEVRON. Kampung ini ada sejak sebelum berdirinya Terminal Santan yang didirikan oleh UNOCAL pada tahun 1970an. Posisi geografis yang sangat dekat mengakibatkan kampung ini banyak memperoleh dampak, baik positif maupun negatif dari kegiatan perusahaan. Umumnya dampak yang melanda kampung adalah dampak sosial yang umumnya tidak pernah bisa direncanakan. Sayangnya juga dampak fisik yang seharusnya bisa direncanakan malahan berkembang liar mengikuti liarnya dampak sosial yang berjalan tanpa arah di masyarakat.
Sejak masa UNOCAL sebelum Terminal Santan dioperasikan oleh CEVRON, kegiatan kemasyarakatan yang dijalankan oleh perusahaan, menurut masyarakat arahnya ‘tidak jelas’. Perusahaan memang sudah mengeluarkan biaya cukup besar untuk kegiatan kemasyarakatan akan tetapi manfaatnya tidak banyak dirasakan langsung oleh masyarakat. Sejak sebelum terjadi kasus yang menurut masyarakat adalah ‘pencemaran lingkungan’ kawasan sekitar Terminal Santan adalah kawasan terpencil yang tertinggal dengan kondisi jalan dan jembatan yang kondisinya amat parah. Setelah terjadi demo oleh masyarakat, perhatian langsung perusahaan menjadi cukup intens, namun lagi-lagi kontrol terhadap kegiatan kemasyarakat agaknya kurang dilakukan oleh perusahaan. Masyarakat yang saat itu merasa telah dijanjikan oleh perusahaan (melalui pertemuan masyarakat dengan UNOCAL di Samarinda) untuk mendapatkan perhatian dari perusahaan, merasa perhatian itu tidak pernah kunjung datang. Hanya selama satu tahun setelah kejadian ‘pencemaran lingkungan’ perusahaan turun tangan dengan memberikan bantuan pupuk langsung ke masyarakat. Sesudahnya perhatian perusahaan menurun kembali dan kondisi itu malah memecah belah masyarakat. Beberapa tokoh masyarakat mendapat tuduhan oleh masyarakat telah menyelewengkan batuan perusahaan.
Pada saat Terminal Santan dioperasikan oleh CEVRON, hubungan perusahaan dengan masyarakat memang relatif lebih baik. Akan tetapi pola hubungan antara perusahaan dengan masyarakat oleh masyarakat dirasakan tidak sepenuh hati dan lebih banyak dipenuhi oleh kepentingan. Banyak dana yang dikeluarkan hanya untuk memadamkan gejolak ketidak-puasan yang ada di masyarakat dan bahkan malah menjadi ajang bisnis dan kepentingan orang-orang perusahaan sendiri. Bahkan pernah terjadi situasi di masyarakat yang sebenarnya sangat kondusif aman dan damai malah dibuat menjadi panas oleh provokasi orang perusahaan karena dipicu oleh persaingan kepentingan bisnis orang-orang di dalam perusahaan sendiri. Menurut beberapa tokoh masyarakat, persaingan antar orang di dalam perusahaan yang membuat banyak persoalan yang berkaitan dengan hubungan masyarakat dengan perusahaan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan mudah menjadi rumit dan berlarut-larut.
Pola hubungan antara perusahaan dengan masyarakat hingga saat ini masih bersifat ‘meredam gejolak’. Pengertian arti kata CD yang seharusnya menjadi program Community Development dari perusahaan diterjemahkan oleh masyarakat menjadi taktik perusahaan untuk mengalihkan perhatian masyarakat agar tidak menuntut haknya yang harusnya menjadi kewajiban perusahaan untuk diberikan kepada masyarakat. Sayangnya menurut masyarakat, masih banyak orang-orang, terutama yang sering berhubungan dengan masyarakat masih kurang peka dengan kondis ini. Sepintas lalu, dan juga dikuatkan oleh pendapat beberapa orang di masyarakat, hingga saat ini hubungan antara perusahaan dan masyarakat masih tidak berubah. Sejak tiga tahun terakhir memang banyak perubahan di manajemen CEVRON yang tidak lagi memberi kesempatan untuk memberikan bantuan ke masyarakat secara langsung. Namun sistemnya mungkin perlu dibenahi agar tidak juga menjadi hambatan bagi masyarakat yang membutuhkan.
Di Desa Semangkok secara sosial struktur masyarakat didominasi oleh beberapa keluarga tokoh masyarakat yang cukup berperan besar. Hingga saat ini masyarakat masih mengenal seorang tetua desa yang di panggil sebagai pak Kaseng dan dikenal sebagai pendiri kampung. Dalam situs internet blog desa Semangkok menyebutkan bahwa Tokoh ini dikenal oleh masyarakat sebagai pembuka kampung Rapak yang sekarang menjadi desa Semangkok. Akhir-akhir ini beberapa anggota keturunan pak Kaseng sepak terjangnya cukup mengganggu masyarakat dan agak kurang disukai oleh masyarakat. Tindakan-tindakan yang tidak disukai itu antara lain sapi peliharaannya berkeliaran semaunya di kampung dan memakan tanaman milik warga. Anggota keluarga ini juga dikenal dengan suka mengklaim tanah-tanah di sekitar Semangkok menjadi miliknya. Meskipun masyarakat tidak menyukai kelakuan anggota keluarga itu, namun hubungan kekerabatan mereka yang masih sangat dekat maka persoalan-persoalan itu dapat diredam.
Di desa Semangkok aktivitas sosial politik masyarakat sangat dinamis. Anggota DPRD Tk II Kab Kukar, pernah ada yang berasal dari daerah ini. Aspirasi politik masyarakat desa Semangkok sebagian besar disalurkan melalui partai Golkar. Masyarakat desa Semangkok sangat terbuka. Di pemukiman kampung Rapak yang berdampingan langsung dengan Terminal Santan sudah sejak lama berdiri lokalisasi prostitusi. Meskipun saat ini penghuni lokalisasi itu sudah sangat berkurang dan hanya tinggal satu rumah, namun belum ada tanda-tanda bahwa masyarakat sepenuhnya menolak. Ada beberapa kelompok masyarakat yang berusaha menolak namun dengan berbagai alasan masih terus mendapat halangan dari pemerintahan desa.
3. Potensi Sumber Daya Alam di kampung Bagang dan Kampung Rapak.
Kawasan desa Semangkok merupakan kawasan yang sangat subur. Berbagai komoditas perikanan, pertanian, peternakan dan perkebunan dapat dipastikan tumbuh dan berkembang dengan subur di kawasan ini. Secara umum kegiatan masyarakat di kampung-kampung masih didominasi oleh kegiatan perikanan, pertanian, peternakan, dan perkebunan. Luas lahan garapan relatif masih sangat luas. Umumnya setiap keluarga memiliki lahan garapan lebih dari 2 ha. Dibandingkan dengan lahan yang digarap dengan jumlah tenaga yang tersedia di masyarakat, dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga kerja yang tersedia tidak mencukupi untuk menggarap lahan yang ada. Kondisi ini mengakibatkan banyak kawasan yang terbengkalai tidak terurus. Meskipun kondisi alam di kawasan ini sangat ekstrim, yaitu dengan curah hujan yang cukup tinggi dan perubahan suhu yang cukup lebar..., namun ketersediaan humus di permukaan tanah yang cukup serta kemampuan adaptasi berbagai tanaman yang ada saat ini terlihat cukup baik, membuat berbagai komoditi pertanian di kawasan ini dapat memberikan hasil yang baik. Pengembangan usaha pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan di kawasan ini agaknya bisa dimulai dari potensi yang ada di masyarakat sendiri.
3.1. Sumber Daya Perairan dan Perikanan
Kawasan sebelah timur Desa Semangkok adalah kawasan Selat Makassar. Pada awal pemukiman desa terbentuk umumnya masyarakat yang tinggal di kawasan ini adalah nelayan Suku Bugis yang berasal dari Pulau Sulawesi. Meskipun saat ini banyak di antara mereka yang menekuni bidang pertanian dan perkebunan, tetapi pekerjaan sebagai nelayan tidak pernah hilang. Masyarakat yang sepenuhnya masih menekuni pekerjaan sebagai nelayan saat ini banyak bermukim di kampung Bagang.
Nelayan memperoleh ikan dengan cara memancing, menjaring, atau mendirikan bagang di lepas pantai. Mereka menggunakan perahu untuk melaut. Hasil tangkapan yang umum adalah ikan teri dan udang. Beberapa ikan besar yag ditangkap biasanya diperoleh dengan cara memancing. Oleh karena hasil tangkapan nelayan yang cukup baik, di desa Semangkok oleh pemerintah didirikan TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Namun saat ini TPI belum berjalan dengan baik oleh karena lokasinya yang dangkal sehingga tidak dapat digunakan untuk perahu bersandar. Perahu nelayan saat ini masih bersandar di sepanjang kanal akses menuju ke Terminal Santan.
Menurut informasi masyarakat, ada satu masa hasil tangkapan udang sangat berlimpah. Udang biasaya ditangkap menggunakan jaring yang dipasang di sepanjang pantai. Namun hasil tangkapan udang saat ini cenderung menurun. Penurunan hasil tangkapan udang agaknya sejalan dengan kerusakan pantai oleh abrasi dan berbagai faktor lingkungan lainnya. Perlu pengamatan mendalam tentang lingkungan pantai sepanjang wilayah barat desa Semangkok. Kawasan ini seharusnya bisa menjadi sumber pendapatan masyarakat desa.
Lokasi geografis dan karakteristik daratan di Desa Semangkok juga memungkinkan untuk berbagai budidaya perikanan di darat. Secara alamiah saat ini berbagai jenis ikan darat seperti kepiting, ikan gabus, belut, ikan lele, dan berbagai ikan darat lainnya yang masih cukup berlimpah.
3.2. Sumber Daya Pertanian
Kehidupan masyarakat di Desa Semagkok tidak hanya ditopang dari kegiatan di laut. Sudah sejak lama masyarakat di desa ini juga menekuni kegiatan pertanian di darat. Menanam padi sawah sudah sejak lama menjadi keahlian masyarakat di sini. Pengalaman yang panjang mendorong masyarakat untuk mengembangkan teknik bertanaman padi sawah yang cocok untuk lingkungan dan kondisi masyarakat. Salah satunya adalah dengan teknik pengolahan lahan menggunakan traktor, penebaran benih menggunakan sistem tabela, dan penyiangan rumput gulma dengan menggunakan herbisida.
Permasalahan yang muncul saat ini adalah penggunaan pupuk dan obat-obatan yang kurang terkontrol dan dikuatirkan akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Salah satunya adalah penggunaan herbisida yang sangat berlebihan. Cara ini memang bisa dimaklumi karena sulitnya tenaga kerja di kawasan ini. Sangat umum ditemui jika dalam hamparan sawah seluas satu hektar hanya di kerjakan oleh satu sampai dua orang. Di satu sisi, sistem yang dikembangkan masyarakat saat ini sangat menguntungkan dan secara ekonomi memberi hasil yang baik namun jelas membutuhkan biaya produksi yang cukup tinggi. Dengan gambaran itu maka jika seseorang yang memiliki lahan sawah cukup besar tetapi tidak memiliki biaya produksi maka kemungkinan orang itu akan tidak bisa mengerjakan sawahnya. Beberapa pola kerjasama memang sudah banyak diterapkan oleh masyarakat, di antaranya adalah pola bagi hasil atau pinjam lahan. Perlu dilakukan kajian mendalam tentang usaha pertanian padi sawah yang ada di masyarakat saat ini.
Pola pertanian dengan komoditas lain seperti palawija dan sayuran umumnya menggunakan cara yang sama. Sangat jarang ditemui kegiatan pertanian yang menekuni untuk menggarap luasan lahan tertentu dan diusahakan secara intensif. Pola ini sebenarnya sudah ditekuni oleh beberapa orang dengan komoditas sayuran dan memberikan hasil yang baik, meskipun hasilnya hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitarnya saja.
3.3. Sumber Daya Perkebunan
Kawasan lahan tanah daratan dengan kategori tanah kering di desa Semangkok tercatat sekitar 14.000 ha lebih. Meskipun dari penuturan Camat Marangkayu bahwa kawasan itu umumnya termasuk dalam kawasan budidaya kehutanan (KBK), namun kawasan itu saat ini sudah dibuka oleh masyarakat dan direncanakan menjadi kawasan perkebunan. Selain kebun kelapa yang sudah cukup tua yang terletak di sekitar pemukiman desa, aat ini banyak masyarakat yang sudah menanami kebunnya yang terletak jauh di luar pemukiman dengan komoditas sawit dan karet.
Pola yang diterapkan pada budidaya tanaman pertanian juga diterapkan dalam usaha perkebunan. Setelah membuka lahan yang rata-rata lebih dari 2 ha, biasanya lahan langsung ditanami bibit karet atau sawit. Untuk beberapa lama lahan itu dibiarkan dan akan kembali dibersihkan dengan menggunakan herbisida untuk membersihkan rumput dan gulma di sekitar tanaman komoditas. Jika pemilik kebun masih membutuhkan lahan untuk ditanami dengan palawija atau tanaman lainnya seperti pisang atau palawija, biasanya kebun itu akan dirawat seperlunya. Akan tetapi oleh karena kekurangan tenaga kerja, dan berbagai alasan karena serangan hama dan biaya, biasanya sangat jarang lokasi yang sudah dibuka itu dimanfaatkan untuk berkebun tanaman palawija. Tidak jarang kawasan yang sudah dibuka itu terlihat terlantar dengan semak belukar yang tinggi, meskipun di dalamnya terdapat tanaman perkebunan seperti karet dan sawit. Menurut masyarakat, jika ada biaya untuk membeli herbisida dan uang untuk membayar tenaga maka kebun itu akan dibersihkan kembali.
Perlu dilakukan kajian mendalam tentang kegiatan perkebunan rakyat yang sudah berkembang saat ini. Namun pola ini perlu dikaji lebih jauh mengingat potensial konflik yang sering terjadi ketika perkebunan telah berjalan dan menghasilkan.
3.4. Budi Daya Peternakan
Sejalan dengan kegiatan pertanian, masyarakat di desa Semangkok sudah sejak lama juga memelihara ternak. Jenis ternak yang dipelihara masyarakat selain ayam kampung adalah sapi dari jenis lokal atau disebut dengan sapi putih dan sapi bali. Pola pemeliharan ternak sapi mereka dengan cara digembalakan. Hal ini sangat memungkinkan karena lahan penggembalaan ternak sapi masih cukup luas. Tidak semua masyarakat desa memelihara ternak, namun jika seorang memelihara ternak jumlahnya lebih dari dua ekor, atau mereka memelihara bersama-sama dalam kelompok peternakan. Beberapa kelompok saat ini telah mendapat bantuan ternak sapi dengan sistem gaduhan dari pemerintah.
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) pada tahun 2009 pernah menyerahkan bantuan ternak sapi dengan sistem gaduhan, yaitu dengan memelihara induk sapi dan setelah beranak pertama anaknya diserahkan kembali ke pemerintah. Bantuan sapi gaduhan yang diserahkan pada masyarakat desa Semangkok saat itu berupa sapi Bali kepada kelompok Al Baqarah Semangkok sebanyak 6 ekor dan kelompok Karya Tanjung Batu Semangkok sebanyak 23 ekor sapi.
Sistem penggembalaan ternak sapi oleh masyarakat dianggap menguntungkan karena saat ini lahan yang tersedia masih luas, peternak tidak perlu menyediakan pakan secara khusus, dengan cara ini peternak tidak perlu menyediakan tenaga dan biaya khusus untuk membuat kandang dan mencari pakan untuk ternak. Kelemahan sistem ini ternyata cukup banyak, terutama yang berkaitan dengan sistem kontrol untuk mencari bibit keturunan sapi yang baik dan pencegahan terhadap hama penyakit. Banyak sapi di daerah ini yang terserang penyakit, di antaranya adalah penyakit cacingan, koreng, dan malnutrisi. Oleh karena pola pakan yang tidak terkontrol, banyak sapi kekurangan gizi, terlihat kurus-kurus dan mudah terserang penyakit.
Pengembangan peternakan sapi di daerah ini memiliki potensi yang besar. Ketersediaan pakan dan padang penggembalaan yang luas memberikan harapan yang besar untuk keberhasilan peternakan sapi dan jenis- jenis hewan peliharaan lainnya. Diperlukan penanganan khusus untuk pengembangan peternakan. Pengembangan diarahkan pada teknik yang baik dalam sistem penggebalaan maupun sistem kandang, pengetahuan dan teknik pembuatan pakan yang baik, serta pengetahuan tentang pencegahan hama dan penyakit. Saat ini di kecamatan Marangkayu hanya tersedia dua orang penyuluh.

4. Epilog
Melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat di desa Semangkok saat ini dapat ditarik gambaran secara umum bahwa secara sosial, politik, dan budaya masyarakat menunjukkan pola partisipasi dengan dinamika yang sangat tinggi. Keterlibatan masyarakat dalam berbagai hal kegiatan yang diselenggarakan oleh desa mendapat dukungan yang sangat kuat. Keterlibatan itu bukan hanya didukung oleh kelompok laki-laki atau kelompok yang berkaitan dengan kegiatan yang berkaitan dengan bidang usaha ang ditekuni oleh masyarakat, tetapi juga kelompok perempuan yang tergabung dalam PKK. Beberapa kali kegiatan yang diselenggarakan untuk ibu-ibu menunjukkan antuasia yang cukup tinggi.
Secara ekonomi, dinamika masyarakat yang tinggi ini menunjukkan bahwa sebenarnya kawasan ini merupakan kawasan yang secara ekonomi mengalami surplus. Meskipun pola produksi yang saat ini berkebang di masyarakat masih sangat sederhana, tetapi penghasilan keluarga dari berbagai sektor kegiatan ekonomi menunjukkan nilai pendapatan yang cukup untuk keperluan kehidupan mereka. Sektor produktif yang berasal dari sumber-sumber oleh karena adanya perusahaan seperti CEVRON, VICO, perkebunan, pertanian, perikanan, peternakan, jasa, dan bahkan sumber-sumber yang berasal dari dana pemerintah daerah maupun pusat, memberikan dukungan cukup besar bagi kekuatan ekonomi desa. Di sisi lain luasan lahan desa yang cukup besar (sekitar 18.500 ha) dan kepadatan penduduk yang cukup rendah (dengan luas 18.500 ha untuk 3046 orang), menunjukkan bahwa di kawasan ini masih sangat kekurangan tenaga kerja.
Dari pengamatan awal ini juga mencatat, bahwa kegiatan pengembangan masyarakat di kawasan ini selain mendorong kemampuan kapasitas masyarakat dalam hal pengelolaan sumber daya alam secara baik dan mempertimbangkan keseimbangan lingkungan, maka hal yang juga tidak kalah penting dan perlu menjadi perhatian adalah peningkatan kapasitas masyarakat dalam menata pola usahanya, baik di bidang perikanan, pertanian, peternakan, perkebunan, dan jasa. Masyarakat perlu diajak berpikir dan menerapkan pola usaha dengan kepemilikan lahan yang cukup luas sebagai aset usaha, dengan mendatangkan tenaga kerja dari luar. Beberapa anggota masyarakat atas bantuan beberapa perusahaan dari Jawa telah menerapkan pola ini. Di masa datang perlu ada kajian khusus untuk mengembangkan pola ini secara intensif melalui pendekatan kelompok yang sudah ada di masyarakat. Namun sekali lagi, pola ini perlu dikaji lebih dalam agar di kemudian hari tidak menjadi sumber konflik di masyarakat
(SUMBER : BAMBANG RIYADI)

30 Januari 2011

Jangan Tepuk Aku

Hati-Hati menepuk pundak supir taksi di JKT

PLS BE CAREFULLL
Ini Email dari teman tetangga.


Kejadian ini terjadi hari Senin lalu, sebut saja namanya, Lola. Karena ada
kerjaan yang tidak bisa ditinggal, Lola harus bekerja sampai larut malam
dikantornya.

Ketika ingin pulang Lola menyetop taksi untuk
mengantarnya pulang.

"Kebon Jeruk ya Pak"

Sopir taksi itu hanya menggangguk, selama perjalanan
tidak terjadi
percakapan antara Lola dan Sopir Taksi, mungkin Lola
merasa capek
karena bekerja sampai larut malam.

20 menit lamanya keheningan terjadi, tiba-tiba Lola
ingat bahwa uang
yang dibawanya kurang untuk membayar ongkos taksi. Lola lalu menepuk
pundak Sopir taksi dengan maksud berhenti dulu
didepan untuk
mengambil uang di ATM.
Tapi tiba2 setelah pundaknya ditepuk oleh Lola Sopir taksi itu secara
membabi buta membanting setirnya kekanan kemudian
kekiri sambil
berteriak secara histeris, sampai akhirnya taksi itu menabrak sebuah pohon.
Untung Lola dan Sopir Taksinya tidak mengalami luka yang cukup parah.
Sopir Taksi itu kemudian meminta maaf kepada Lola
"Maaf ya Bu, Ibu nggak apa-apa? Ibu sih make nepuk pundak saya,kagetnya
setengah mati bu!!"
"Lho, masa sih ditepuk pundaknya aja kaget??"
"Soalnya ini hari pertama saya jadi sopir Taksi, Bu"
"Emangnya pekerjaan bapak sebelumnya apa??"
"Selama 20 tahun saya jadi SOPIR MOBIL JENAZAH"

Keajaiban Dunia

Sekelompok siswa kelas Geografi sedang mempelajari "Tujuh Kejaiban Dunia" pada
awal dari pelajaran. Mereka diminta untuk membuat daftar "apa yang mereka
pikir" merupakan " Tujuh Keajaiban Dunia" saat ini. Walaupun ada beberapa
ketidaksesuaian sebagian besar daftar berisi :
· * Piramida Mesir
· * Taj Mahal India
· * Tembok besar China
· * Menara Pisa Italia
· * Kuil Angkor Wat
· * Menara Eiffel
· * Kuil Parthenon
Ketika mengumpulkan daftar pilihan sang guru memperhatikan seorang pelajar yang
pendiam, belum mengumpulkan kertas kerjanya. Jadi, sang guru bertanya kepadanya
apakah dia mempunyai kesulitan dengan daftarnya.
Gadis pendiam itu menjawab, "Ya Bu, sedikit. Saya tidak bisa memilih karena
sangat banyaknya". Sang guru berkata, "Baik, katakan kepada kami apa yang kamu
miliki dan mungkin kami bisa membantu memilihnya." Gadis itu ragu sejenak,
kemudian membaca, " Saya pikir tujuh keajaiban dunia adalah :
· * Bisa melihat
· * Bisa mendengar
· * Bisa menyentuh
· * Bisa menyayangi
Hmmm, dia berpikir sejenak lalu melanjutkan,
· * Bisa merasakan
· * Bisa tertawa
· * Dan bisa mencintai
Ruang kelas tersebut sunyi seketika. Alangkah mudahnya bagi kita untuk melihat
ekploitasi manusia dan menyebutnya "Keajaiban". Sementara kita lihat lagi semua
yang telah Tuhan karuniakan untuk kita dan kita menyebutnya sebagai "Biasa".
Semoga hari ini anda diingatkan segala hal yg betul betul ajaib dalam kehidupan
anda.

AKU DAN SISWOYO

AKU DAN SISWOYO
Aku dan Sis tahun 1983, waktu pertama kali melakukan penelitian orangutan, Dia meninggal saat melahirkan anak, terlulu sering melahirkan. Biasanya orangutan, jarak kelahiran anak yang satu dengan yang lain 5-7 tahun. Tapi Sis kurang dari 4 tahun. Maklum setiap harii di Camp, badan subur dan jantanpun sering menaksirnya. Saat melahirkan ari-arinya ketinggalan, terinfeksi setelah ditemukan sudah koma. Siswoyo punya anak 3, Siswi, Simon dan Sugarjito.