21 Agustus 2011

PEREMPUAN PEREMPUAN YANG AKU KENAL II.


Lain lagi dengan seorang kawan, yang akhirnya mengakhiri hidupnya di tiang gantungan, di kebon tidak jauh dari tempat tinggalnya. Ceritanya memang sangat panjang, mulai dari tempat tinggal dan hijrah dan mengadu nasib di Kalimantan. Tekanan ekonomi yang berat untuk menanggung beban hidup keluarga seperti orangtua dan adik-adiknya, akhir mengambil keputusan pindah dan mengikuti program pemerintah, yaitu “transmigrasi”. Dan semua anggota keluarga, berangkat.

Namun rupanya apa yang diimpikan, itu jauh dari kenyataan ketikan sampai di lokasi. Lahan yang yang gersang, tandus, panas terik, air susah, dan pertanianpun, memerlukan tenaga ekstra. Karena bukan berlatar belakang petani “beneran”, maka program itu dianggap sebagai program “membuang” keluarganya ke daerah yang entah berantah.

Ketika jatah hidup sudah sudah habis, hasil perytanian belum menghasilkan, maka suatu ketika kawanku itu, jalan merantau ke kota. Dan di situlah mendapatkan bujuk rayu si hidung belang, dengan berbagai impian, maka rela mengorbankan diri, demi mempertahankan hidup.

Sebulan, setahun dijalani, dengan melayani berbagai jenis, berbagai wajah, berbagai sosok lelaku dengan pekerjaan yang beraneka. Mulai dari anak-anak belasan tahun, anak ingusan yang sdah tahu kehidupan malam, juragan taoke ataupun pegawai negara yang memang mempunyai perilaku yang dapat dijadikan contoh. Perjalanan setahun itu, dijalani dengan rasa tertekan. Melayani setiap malam kadang sampai 2-3 orang, tidak dirasakan, hanyalah sebuah permainan yang dalam hidup yang harus dijalani.

Namu suatu kali ada seorang lelaki yang mengajak berumah tangga, dan menjanjikan akan mengentaskan dan dari desakan hidup, dan mengeluarkan dari lembah hitam. Berbunga, senang, tertawa dan kalau bisa berteriak gembira, dan tak lupa sujud syukur kepada Yang Kuasa, bahwa dirinya akan mengakhiri kehidupan yang “gelap” itu.

Namanya juga lelaki “hidung belang” yang banyak janji, sering melakukan “Mo Limo”, yang dalam bahasa Jawa artinya (Madon atau main perempuan, Minum atau sering minum alkohol, Mabok, Madat, dan Main atau Judi) sudah melekat di diri suami itu. KDRT sering terjadi, tak ayal aku sering melihat kalau keluar rumah, muka lebam, biru dan menagis. Kerja berapa hari tak pulang, dan sampai di rumah marah.

Keputus asaan dan tekanan yang luar biasa dalam menjalani hidup, dan dasar-dasar agama yang tidak kuat, maka kawanku yang baik hati itu, akhirnya mengakhiri hidupnya di bawah pohon cempedak, dengan mengikat tali jemuran. Sungguh menyedihkan.

--oo0oo--

Perselingkungan, adalah sebuah awal kehancuran keluarga. Tak sedikit seorang istri yang rela berpisah, bila merasa dikhianati oleh suami. Dan pada akhirnya, anak-anak menjadi korban. Seorang perempuan, seorang ibu, tentu cintanya sepanjang jalan, dan kasih sayangnya hingga dibawa ke liang lahat. Namun konon ada sedikit seloroh, bahwa cinta seorang lelaki, hanya sampai prpatan, setelah ada lampu merah, kemudian hijau, terserah mau lurus, mau belok kanan atau kiri. Dan itulah beberapa wanita yang aku kenal dalam kehidupannya. Itu yang terjadi beberapa kawan perempuan yang aku kenal dengan baik.

Namun kehidupan anak-anak mereka, dicap sebagai keluarga yang “broken home”. Ada yang mampu mempertahankan status itu, yang penting menjalani hidup dengan baik dan menjadi orang yang berhasil di kemudian hari. Tetapi ada juga yang terjerumus ke lembah hitam dan mengkonsumsi obat terlarang. Karena mereka merasa putus asa, tak ada perhatian dari orangtua, dan mencari figur orangtua yang tak di dapatkan dari ayah dan bundanya.

Perjuangan seorang ibu untuk membesarkan anak-anak, mencukupi kebutuhan hidup sehari hari, membiaya sekolah, merupakan perjuangan yang luar biasa. Apapun pekerjaan yang “halal” akan dilakukan demi buah hati, masa depan anak anak tercinta. Dengan gemblengan agama yang kuat, dibarengi dengan do'a, seorang ibu harus banting tulang agar keluarga yang ditinggalkan suaminya itu, dapat bertahan hidup, dan menembus tantangan kehidupanan.

Kerja sama anak-anak dan pengertian buah hati mereka, merupakan modal utama dalam mengarungi hidup yang akhirnya “lulus” dan berhasil. Namun dari keberhasilan itu, masih ada secerah “kepribadian” yang berbeda dengan anak-anak yang memiliki kehidupan rumah tangga yang mendapatkan kasih sayang ke dua orangtuanya. Terutama mengenai emosional, minta diperhatikan, mudah tersinggung dan ingin menjadi pemimpin. Tetapi tidak semuanya, namun anak-anak kawan itu menunjukkan seperti itu, ketika sudah berumah tangga. Kalau seandainya istri atau suaminya “mengerti” latar belakang rumah tangga, saya yakin akan memahaminya. Namun bila tak memahami, dan saling pengertian, maka akan terulang dalam keluarganya, seperti ayah dan bundanya.

Prahara rumah tangga yang terjadi kawan di daerah yang berbeda, memang sangat berbeda. Gadis muda belia dan antik, supel dan sederhana itu, banyak yang menyukai. Entah dengan jalan dan cara bagaiman, kawan itu manut, nurut apa yang diinginkan dan dikehendaki lelaki yang bisa dibilang adalah masih kawan. Tetapi, yah dasar lelaki yang sudah dirasuki nafsu birahi, tega-teganya menggaulinya. Hamil. Dan pada kondisi yang seperti ini, dia merasa salah. Tak berani kembali ke orangtua (maklum anak kos kosan) karena tak ada khabar berita anak gadisnya itu pacaran atau nikah. Karena badan sudah “bernyawa” dua, akhirnya dia pergi, pamitan kalau dia sedang ada tugas yang nun jauh di sana.

Lelaki tak bertanggung jawab, malah minta “digugurkan” saja janin yang tak berdosa itu. Mangkir dan meninmggalkan. Namun ada satu lagi kawan, bahwa lelaki itu mau menikahi, kalau dia mau engikuti sebuah ajaran yang sedang dia lakoni.

Walau telah mengorbankan “buah terlarang” dan berbuat diluar kesadaran, kemauan dan menyimpang, kawan-kawan itu masih memiliki dasar iman yang kuat. Tak harus “mematikan” jabang bayi yang ada dalam kandungan, atau mengakhiri kehidupan, tapi memilihara hingga lahir, sembilan bulan dilalui penuh dengan penderitaan, tekanan, merasa bersalah. Dia merasa berdosa kepada anak anak itu, yang lahir tanpa ayah yang syah.

Anak yang lahir itu lucu, polos bagai kertas putih yang masih bersih. Anak itu nggak tahu mengapa harus lahir, dan mana ayahnya, mana nenek, kakek, paman, saudara sepupu, masih belum tahu. Sang bunda amat sangat melindungi, diasuh dengan rasa kasih sayang. Berusaha melupakan masa silam yang kelam, namun mencoba menatap masa depan anak itu, penuh dengan keberhasilan, kegembiraan. Kerj keras hanya untuk sang anak buah hati dan harapan masa depan.

Lain lubuk lain ikannya, lain negara berbeda budayanya. Itu sebuah peribahasa yang sedikit diplesetkan. Kawanku adalah seorang peneliti, sedari muda yang berkutat masalah obyek penelitian yang dia gemari. Suaminya yang dibawa hijrah dari negerinya ke negeri orang lain, dan memiliki latar belakang ilmu dan pengetahuan yang berbeda, terpaksa harus berpisah. Karena sang suami menginginkan kembali ke kehidupan yang normal di negeri kelahirannya, dan membesarkan buah hati yang sudah lahir. Namun kawan tadi “keukeh” nggak mau, dan merelakan berpisah.

Namun hingga kini hubungan antara “mantan” suami dan istri itu, berjalan dengan baik, karena ada ikatan anak. Walupun istri sudah bersuami lagi, dan mantan suaminya sudah beristrikan lagi. Dan uniknya, mereka menyunting putra daerah yang dianggap berjada dalam membantu kegiatan penelitiannya itu. Namun walupun dipisahkan dengan jarah yang cukup jauh, anak mereka sesekali berkunjung ke ayah dan bundanya.

Itulah sebuah kisah, dan ringkasan dari penyusunan buku mengenai perempuan-perempuan yang aku kenal. Walau ide itu sudah cukup lama, tetapi perlu mengingat kembali kisah hidup nyata dari kehidupan kawan dekatku yang penuh dengan perjuangan, pengorbanan dan kesabaran.

PEREMPUAN PEREMPUAN YANG AKU KENAL. I


Seringnya “ngelayap” ke berbagai daerah, mulai dari kilometer 0 (nol) di ujung barat negeri ini, khususnya di Pulau Weh (Sabang) sampai unjun timur Papua, aku banyak mengenal sosok wanita yang mempunyai berbagai perilaku dalam menjalani hidup. Ada seorang perempuan yang “gila pekerjaan” artinya hidup untuk bekerja, mengejar karier, hingga mencapai pucuk pimpinan sampai lupa untuk berumah tangga. Ada seorang wanita yang merantau jauh, mempertahankan hidup demi sesuap nasi dan rela menjual harga diri, seorang ibu yang dikhianati suami, dan berjuang untuk membesarkan anak anak karena suami entah kemana. Dan seorang karena putus asa menghadapi tekanan hidup dan persaingan dalam kehidupan, karena tidak didasari iman yang kuat, mengakhiri hidup di tiang gantung. Sungguh merupakan sebuah pembelajaran dalam hidup. Dan ada yang unik, dia rela menceraikan suaminya yang tidak sejalan dalam menjalani profesinya, akhirnya hidup dengan “keprofisonalannya” dan rela dipinang putra daerah pedalaman.

Seorang kawan yang berhasil dalam menjalani hidup, dengan menimba ilmu diberbagai perguruan tinggi, baik dalam dan luar negeri. Sampai gelar berderet dan mentok, nggak ada gelar lagi yang bisa di sandang. Beberapa puncuk pimpinan perusahaan, sudah diduduki. Bebrbagi negeri telah dilalui, namun terasa hampa ketika masuk di rumah yang mewah. Tak ada sapaan mamah, tak ada panggilan sayang hanya panggilan “ibu” atau “nona” atau disebut sebagai majikan dari seorang pembantu rumah tangga. Tak ada lelaki yang menggandeng berdampingan ketika menghadiri sebuah pesta, hanya staff atau asisten pribadi yang setia, menemani saat meeting atau pergi tugas ke luar daerah.

Suatu kali aku pernah bertanya “Apa yang kau cari dalam hidup ini”. Dia diam, membisu, seolah membayangkan sebuah cita cita yang pernah terlontarkan saat masih belia. Bayangan dalam pikiran saat itu, kepingin memiliki keluarga yang sakinah, dengan sepasang anak, yang lucu, sehingga kelak di kemudian hari bisa merawat dirinya ketika sudah lansia. Karena seorang teman, maka biasa saja ngobrol sana sini, untuk saling mengingatkan akan sebuah kehidupan.

“Kenapa yah nggak dari dulu, aku ambil anak angkat. Sekarang umur sudah kepala lima, baru terpikirkan”, begitu jawaban saat aku “ngobrol” melalui dunia maya, yang letaknya berjauhan. Aku hanya bilang “masih banyak anak terlantar, di berbagai panti asuhan, anak yatim piatu, kamu bisa bantu mereka, agak hidupmu lebih bermakna. Hidup adalah sebuah perjalanan menuju kematian, nikmati saja. Mungkin itu jalan hidupmu, semua sudah ada yang ngatur. Dan kamu harus percaya itu. Kalau niat baik, semua akan berakhir baik”. Begitu aku menulis di YM yang panjang lebar buat kawanku itu.

Perempuan yang aku kenal semacam itu tak hanya satu, rata-rata sama, dan kini hidup sebatang kara. Ada keluarga, saudara, keponakan, namun saling berjauhan. Hijrah ke kota besar, bukanlah segalanya, hanya menikmati dunia, menikmati kehidupan yang fana, namun rasa bathin selalu gundah gulana. Akhirnya memahami arti sebuah kehidupan, bahwa hidup tidak harus mengejar materi, namun perlu juga menata diri. Hidup tidak sendiri, yang selama ini “dilakoni” bagaikan mata kuda. Memandang jalan lurus ke depan, tak peduli dengan kanan kiri. Karena hidup tak bisa sendiri, saling tergantung dan menggantungkan dengan mahluk hidup yang ada di sekitarnya.

Kehidupan yang mapan dengan berbagai materi yang dimiliki, rupanya tidak membawa kebahagiaan. Rumah mewah, kendaraan yang bagus, harga mahal. Pakaian yang “ngejreng” hanyalah sebuah “bungkus” yang menutupi kegundah gulanaan dalam menjalani hidup, Namun walaupun bagaiman dengan gemerlapnya kehidupan, di dalam hati kecil kawan-kawan itu menangis, saat malam tiba, sunyi, sepi, di rumah sendiri. Kadang ada yang ditemani dengan seekor kucing cantik dan mahal yang memerlukan perawatan yang tinggi, atau ditemani perangkat permainan yang yang moderen. Namun tidak dibarengi dengan pergaulan dengan masyarakat sekitar, atau kelompok ibu ibu RT atau RW. Tertutup, mengasingkan diri dan seolah-olah, hanyalah sebuah ritme kerja yang harus dilakukan setiap hari. Hari ini mengulang pekerjaan kemarin, dan melakukan lagi untuk hari esok. Begitu dan begitu seterusnya.

05 Agustus 2011

TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING : DARI MASA KE MASA

Taman Nasional Tanjung Puting, sudah menjadi “icon” dunia bagi wisatawan bila ingin melakukan perjalanan wisata alam dan melihat orangutan. Tahun 1980an, dimana Suaka Margasatwa Tanjung Puting ditetapkan dan ditingkatkan statusnya menjadi Taman Nasional Tanjung Puting, kunjungan wisatawan masih didominasi oleh para peneliti, baik dari dalam dan luar negeri, yang ingin menggali potensi alam, kekayaan flora dan fauna dan pengembangan sebagai kawasan konservasi dan usaha melestarikannya. Selain itu juga disusun sebuah manajement plan untuk jangka waktu tertentu.

Pertengahan tahun 1980an, wisatawan mulai berdatangan, semenjak Prof. Birute MF Galdikas, PhD memulai mempublikasikan berbagai artikel mengenai orangutan khususunya dan Tanjung Puting pada umumnya ke berbagai publikasi ilmiah dan semi ilmiah, dengan dihiasi berbagai foto kegiatan yang cukup menarik. Hingga akhir tahun 1980an, wisatawan banyak berkunjung untuk melihat kehidupan flora dan fauna yang ada di sana.

Terjadinya “booming” wisatawan mancanegara, yang berkungjung ke kawasan konservasi ini, setelah dilakukan konferensi internasional mengenai “great Ape Conference” yang mengundang pada pakar, peneliti dan penggiat pelestarian “kera besar” seluruh dunia, berdatangan. Baik peneliti orangutan sendiri, peneliti Gorilla dan Simpanse, memberikan masukan untuk program konservasi tersebut. Dan moment itulah untuk mengankat kepariwisataan di Tanjung Puting, dengan ditandatangi sebuah piagam mengenai Tanjung Puting oleh Menteri Pariwisata dan Budaya, Soesilo Soedarman, saat itu. Paska konferensi itulah, banyak biro perjalana wisata yang memasarkan Tanjung Puting dengan “icon” orangutan sebagai “promadona”.

Namun awal tahun 1990an, ketika Tanjung Puting banyak dikunjungi wisatawan, tidak didukung dengan pelestarian alam di daerah hulu Sungai Sekonyer. Saat itu terjadi “demam” emas di hulu sungai. Setiap hari puluhan bahkan ratusan penambang, ramai-ramai menambang dengan menyemprotkan air dengan mesin penyedot ke pasir, dan membuat lubang-lubang, menyerupai danau kecil. Mulai saat itulah Sungai Sekonyer mulai tercemar.

Kolam “renang apung” yang dibangun di Hotel Rimba tak lagi beroperasi, masyarakat Tanjung Harapan, kesulitan air bersih. Buaya mulai mengungsi ke Sungai Sekonyer Simpag Kanan. Era tahun tersebut, Tanjung Puting mengalami ancaman yang serius. Penangkapan ikan arwana, pembalakan liar, penambangan emas, kebakaran hutan. Banyak kayu “glondongan” mengalir di sepanjang sekonyar, dan pernah terjadi beberapa orangtan mati, keracunan karena meminum air sekonyer, akibat kandungan Hcl yang cukup tinggi, akibat kayu ramin yang ditarik di sungai tersebut.

Namun Tanjung Puting tak pernah sepi dari kunjungan wisatawan, baik dalam dan luar negeri. Wisatawan asing tak banyak pengaruh dengan kerusakan alam, tragedi politik. Karena mereka ingin melihat orangutan, yang relatif lebih mudah dilihat di alam liarnya, bila dibandingkan dengan daerah tujuan wisata lain.

Kunjungan wisata dari tahun ke tahun ada peningkatan. Tahun 2008 kunjungan ke kawasan ini ada 2.391 orang, tahun 2009 adalah 2.344 orang dan 2010 adalah 3.542 orang. Kawasan Tanjung Puting, yang memiliki kekayaan alam ini, rupanya kurang diminati oleh wisatawan nusantara. Walaupun setiap tahun menunjukkan peningkatan, akan tetapi masih dibawah jumlah wisatawan asing. Tahun 2008 (1.066 orang), tahun 2009 (1.512 orang) dan tahun 2010 (2.278 orang).

Semuanya sudah terjadi, kini perlu menatap masa depan kawasan itu, perlu dilindungi, dilestarikan kawasan tersebut. Namun juga perlu pengembangan daerah tujuan wisata lain, agar Tanjung Puting tidak padat. Untuk itulah, diperlukan memeratakan wisata di Kotawaringin Barat, yang memiliki potensi alam dan budaya yang kuat, hingga sangat diperlukan sebuah pengembangan daerah tujuan wisata lain dan menghidupkan kebudayaan yang kental akan “budaya Melayu” dan “budaya Dayak” .

Kunjungan wisatawan pada saat tertentu sangat padat, dan belum dibarengi dengan penyiapan sumber daya manusia yang handal untuk memberikan pelayanan wisatawan yang datang. Semua belajar secara alami, tanpa ada yang membimbing dan memberikan sertifikasi, sehingga ke depannya agar kawasan ini memberikan nilai yang lebih bagi para penggiat pariwisata serta masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu perlu duduk bersama, merencanakan, mengembangkan, dan memasarkan paket program yang ada. Baik melalui sebuah wadah yang berupa lembaga ataupun forum atau dalam bentuk lain, untuk melakukan pengelolaan dan pengembangan bersama di bidang kepariwisataan.

BELAJAR HIDUP DARI ORANGUTAN

Konon menurut para ilmuwan yang mendalami masalah permonyetan (primatologi), manusia itu genetiknya berdekatan. Malah ada yang bilang orangutan, gorilla atau simpanse, lebih dari 90 % sama dengan manusia. Oleh karena itu, percobaan berbagai jenis obat, sebelum dikonsumsi oleh manusia, dicobakan dulu ke monyet atau kera ini.

Sebelum diujicobakan ke bangsa primata, berbagai jenis obat sering diujicobakan ke tikus atau kelinci. Maka ada istilah "kelinci percobaan". Namun, berbagai jenis obat yang dicobakan ke tikus dan kelinci, mempunyai dampak yang tidak menggembirakan. Misalnya obat mual bagi wanita hamil, yang dicobakan ke kelinci, kemudian dikonsumsi oleh manusia (ibu hamil). dampaknya adalah cacat pada jabang bayi. Namun kini obat-obatan itu sudah aman, karena (konon) aman bagi "primata " percobaan.

Adalah sebuah pengalaman yang menarik, ketika saya melakukan penelitian "kera merah" ini di hutan Kalimantan Tengah. Saya mencoba, berbagai jenis makanan yang dimakan orangutan, baik daun, bunga, buah, kambium (kulit bagian dalam). umbut, jamur, kepompong dsb. Namun ada jenis tertentu yang saya sudah paham, yaitu Rangas. Jangankan memakan, kecipratan getahnya saja, bagai kena luka bakar.

Pada perang dunia ke II, monyet dijadikan "guru" bagi para serdadu Amerika. Misalnya (menurut catatan), serdadu yang terlibat perang di Pasifik, membawa beberapa ekor monyet (Monyet ekor panjang), dari Phillipina, dibawa ke Papua. Serdadu melihat jenis-jenis yang dimakan monyet, dan menirunya. Nah, kini monyet peninggalam serdadu itu, membawa masalah di Papua (termasuk Papua Indonesia), yang kini menjadi hama dan masalah bagi pertanian.

Kalau buah, rata-rata bisa dimakan, ada yang manis, sepat, asem, namun rupanya orangutan menyukai yang manis, seperti rambutan, duku atau durian. Bila pas musim durian (rupanya beberapa jenis binatang juga suka durian), maka kita harus hati-hati di seputaran pohon durian yang sedang berbuah. Apalagi bila sudah mulai masak dan jatuh. Di lantai hutan ratusan durian yang berserakan. Namun di sana juga berbagai jenis binatang ada. Mulai dari rusa, babi, orangutan ataupun beruang. Konon bila di Sumatera, lebih lengkap lagi binatangnya, ditambah harimau dan gajah. Plus manusia yang memakan segalanya, dan manusia merupakan "pesaing" utama bila musim durian. Berbagai jenis durian ada, mulai yang manis, sedikit pahit, gurih ataupun "hambar" tak berasa. Durinyapun ada yang panjang sekitar 5 cm lebih, atap yang pendek sesuai dengan yang biasa kita lihat.

Ada juga buah yang kulitnya sangat gatal sekali, namun bijinya gurih seperti kacang. Proses orangutan untuk mendapatkan biji tersebut, melalui proses, dengan meremas, atau menggosok gosokan di dahan, agar duri yang gatal terkelupas. Bukan main memang, orangutan yang hidup liar itu sudah memiliki cara untuk mendapatkan sesuatu.

Tapi ketika makan biji buah liar itu, saya sempat tertipu, hingga mual, muntah dan kepala pening sejenak. Ceritanya, pagi itu orangutan asyik makan, buahnya panjang seperti kacang panjang, tetapi daging buahnya warna kuning menawan. Saya langsung saja ambil dan makan. Rasanya memang manis, tetapi beberapa saat kemudian, mual dan muntah. Rupanya yang dimakan bukan daging buah tetapi biji, saya ketahui setelah aku amati bagian mana yang dimakan. Tertipu.

Kulit pohon, juga sangat disukai, khususnya kulit pohon kampas. Pohonya besar. Kadang orangutan jantan seharian betah, mengelupas dan memakan kulit bagian dalam. Memang rasanya manis, banyak airnya. Dan tentu banyak energi yang dikandung, karena merupakan air yang berasal dari tanah dan mengalir ke atas untuk dirubah menjadi karbohidrat. Biasanya pada musim kemarau ketika buah-buahan tidak banyak, atau daun muda belum berkuncup atau bunya belum mekar, orangutan sering memakan kulit poohon ini.

Ada buah yang juga disukai orangutan karena "gurih" rasanya, yaitu buah yang memiliki kulit yang keras. Sayapun mencobanya, tapi kerasnya kulit buah. Saya harus menggunakan parang atau batu atau palu untuk memecahnya. tetapi orangutan hanya dengan menggigit. Luar biasa kerasnya.

Ada sebuah pertanyaan bagi saya, ketika meneliti orangutan yang usai melahirkan. Sang Bunda hanya diam di sarang, sesekali jalan, hanya untuk mendapatkan daun tertentu. Konon daun itu juga digunakan orang pedalaman, untuk melancarkan atau mengeluarkan atau membersihkan rahim, bagi orang yang usai melahirkan. Memang perlu melakukan penelitian yang mendalam untuk beberapa jenis tumbuhan yang dimakan berbgai jenis satwa, khususnya primata.

Tak hanya daun, biji, buah, kulit dan bunga yang dikonsumsi kerah besar ini, tetapi juga jelutung. Jelutung adalah karet alam yang tumbuh di rawa-rawa. Getah karet alam ini. konon menjadi bahan dasar pembuatan permen karet. Orangutanpun, suka "mencicipi" getah yang manis itu.

Menurut Prof Birute Galdikas, peneliti orangutan sejak tahun 1971 ini, bahwa orangutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam regenerasi hutan, termasuk penyebar biji-bijian. Ada sekitar 40 jenis tumbuhan yang disebarkan bijinya oleh orangutan.

Masih banyak misteri flora di alam, yang belum semua diungkap, untuk mencukupi kebutuhan manusia, tak hanya obat-obatan tetapi juga sumber pangan yang diperlukan. Kehilangan hutan, sama halnya dengan hilangnya sumber daya alam hayati yang belum dimanfaatkan secara optimal. Masih banyak jenis buah yang belum dibudi dayakan, atau tumbuhan lain yang bermanfaat.

Semoga lestari alam ini, bagi kehidupan flora dan fauna yang mempunyai manfaat bagi kehidupan kini dan yang akan datang.

dIMUAT DI : http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=18979 : Senin, 06-06-2011 10:28:38 oleh: Edy Hendras W
Kanal: Iptek

Robot, Bahasa dan Senyuman Manis Sang Pramugrari

Setiap naik pesawat dari berbagai maskapai penerbangan, baik dalam dan luar negeri, sepertinya mempunyai SOP (Standard Operational Procedure) yang sama. Gayanya seorang pramugari dalam memberikan instruksi, informasi yang disampaikan, petunjuk yang diberikan, dsb. Hanya beda di bahasa pengantar saja, bahasa nasional dan bahasa international. Pekerjaanya monoton, pekerjaan kemarin dikerjakan hari ini, dan diulang lagi esok hari, begitu dan begitu seterusnya. Kerjanya kayak robot, sudah diprogram.

Saya gak kebayang, kalau seandainya bahasa pengantar pakai bahasa daerah. Pesawat mau ke Jogja, Solo atau kota lain pakai bahasa Jawa, atau bahasa Sunda kalau ke Bandung. Dan bahasa Batak, Padang, Aceh, Dayak, Betawi, entahlah banyak sekali dengan bahasa lain di nusantara ini. Kemudian pakai bahasa internasional, supaya penumpang juga belajar bahasa Inggris dan mengenal bahasa daerah. Sekalian mengingatkan dan melestarian bahasa. Sugeng Sumping, Sugeng Rawuh, Horas dsb. Konon, menurut ahli bahasa, beberapa bahasa daerah, nyaris punah.

SOP di dalam pesawat, rata-rata gak jauh berbeda. Senyuman pramugari dengan ucapan selamat datang. Senyumannya pun berbeda. Di pagi hari masih segar, tulus dan membawa makna. Mana kala sudah siang, terlihat senyuman itu dipaksakan, mungkin sudah capai. Dan mau gak mau harus dilakukan, karena sudah SOP seorang pramugari. Saya sendiri kebayang, waktu selamatan pernikahan saya, memberikan senyuman lebih dari 100 undangan yang akan menyalami, capai juga bibir ini. Apalagi pramugari, berapa ratus orang, harus diberikan senyuman. Gak kebayang juga kalau pramugari yang biasa di depan pintu itu, senyum salaman juga, heheheh.....kayak kabayan.

Agenda selanjutnya, paramugari adalah memberikan peragaan, bagaimana menggunakan sabuk pengaman, pelampung ataupun masker oksigen. Tapi kadang aku belum tahu juga, bila terjadi sesuatu, aku juga belum tahu, cara buka pintu atau jendela darurat, kalau pas dapat bagian di tempat duduk yang berdekatan dengan pintu darurat. Tentu gak perlu diperagakan dengan membuka jendela darurat itu kan. Lantas aku kebayang juga kalau penyampaian itu, pakai bahasa daerah, entahlah terjemahannya seperti apa.

Penyampaian peragaan, juga standar seorang pramugari. Dari tahun ketahun, gak ada perubahan. Ada pesawat yg sudah pakai vedio, sudah mendingan, sehingga pramugari sudah tidah pakai berlenggak lenggok memperagakan instruksi yang disarankan. Seperti wayang memainkan peranan, sedangkan dalangnya, yang membacakan teksnya. Tentu sudah hafal, nglotok di luar kepala, karena diucapkan setiap akan terbang.

Aku kebayang lagi nih, apakah gak ada cara lain dalam pemberian peragaan itu, yang membuat penumpang tertarik. Gak hanya diam memperagakan, tapi sambil jalan, kepada penumpang yang belum paham. Saya yakin banyak penumpang yang gak tahu. Apalagi saat ini terlihat penerbangan tidak hanya dimiliki orang kelas ekonomi atas. Mulai dari bawahpun, banyak pada naik pesawat. Karena harga terjangkau. Bila dibandingkan naik kapal atau bis, harga tak jauh beda, tapi naik pesawat mempersingkat waktu dan jajan di sepanjang perjalanan. Misalnya penyampaian itu setengah diskusi, bertanya kepada penumpang yang belum paham, atau dengan cara seperti apa, agar mendapatkan perhatian dan didengar oleh penumpang.

SOP selanjutnya membagi makanan, kalau ada. Karena sudah ada beberapa maskapai yang gak ngasih lagi. Malah beberapa maskapai yang jualan makanan, atau minuman. Sudah kayak kereta ekonomi saja atau bis yang jualan makanan, atau pernak pernik kebutuhan pribadi.

Otakku langsung berpikir, ketika melihat para penumpang yang ngelamun selama penerbangan. Tidur tak bisa, baca koran atau majalah, kayaknya gak ada yang menarik. Tapi ada juga yang gak mau diam, ngetik buka laptop, main game, denger lagu, baca, isi teka teki. Dan semua itu tergantung si penumpangnya. Kalau seperti saya yang seneng nulis, gak ada laptop, yah pakai HP aja, yang penting, gak ada waktu luang untuk bengong, tapi lamunan, impian atau ide, bisa saya tuangkan dalam bentuk tulisan, seperti tulisan ini. Lumayan 1 jam penerbangan, bisa menuangkan buah pikiran.

Kalau pesawat yang ada TVnya atau memutar film humor, tampak berbeda para penumpang itu. Banyak yang tertawa, walau gak ada kata katanya, tapi dengan bahasa tubuh sudah bisa membuat orang tertawa.

Entah barang kali lamunan saya agak gila, kalau dalam pesawat itu ada hiburan, biar membuat penumpang yang sedang gundah bisa sumringah, yang patah hati terobati, yang kesusahan dapat hiburan, orang yang sibuk dengan pekerjaan, dapat inspirasi untuk dikembangkan. Banyaklah. Sehingga penumpang mendapatkan kesan dalam sebuah perjalanan. Misalnya ada yang main gitar, sulap ala pengamen di bis, atau kreta api.

SOP berikutnya adalah ucapan terima kasih ketika penumpang turun. Hampir sama senyuman yang disampaikan kepada penumpang. Kata iklan pasta gigi, senyuman sejuta arti. Entahlah arti senyuman pramugari itu, yang tahu artinya hanya Allah dan pramugari saja yang tahu.

"Terimakasih.....ih penumpang nyebelin....".
"Terima kasih... Cakep juga euy"
"Terima kasih, semoga selamat sampai tujuan" amien.
"Terima kasih, semoga kembali lagi naik masakapai kami"...kepanjangan, berapa orang yang harus disampaikan seperti itu, supercapai, tenggorakan nanti kering....
"Terima kasih....ih cepetan turun, sudah malem nih, mau balik ditunggu pacar gue...."
Itu mungkin yang diucapkan sang pramugari, dan kata hati. Sekali lagi hanya pramugari saja yang tahu dan Allah semata.

Mohon maaf, saya bukan menyepelekan tugas pramugari yang mulia, akan tetapi SOP itu bisakah diubah. Agar informasi yang disampaikan dipahami oleh penumpang, dan diri pramugari, dipacu untuk kreatif dalam menjalankan tugas, tidak hanya mengikuti "juklak" yang ada. Dan yang penting, pramugari juga gak BT banget, duduk melamun masa depan yang gak jelas. Mau jadi apa setelah gak jadi pramugari.

Tiba tiba pramugari senior sudah berdiri di samping saya, dengan senyuman yang khas, kemudian memberi tahu agar mematikan pengoperasian HP saya, walau jaringan sudah saya off kan tapi harus mati. " Mohon maaf tolong dimatikan HP, karena pesawat segera mendarat, terima kasih".

Oh, maaf mbak.....
Dimuat di: Rabu, 08-06-2011 10:12:07 oleh: Edy Hendras W
Kanal: Suara Konsumen: Rabu, 08-06-2011 10:12:07 oleh: Edy Hendras W
Kanal: Suara Konsumen

Wisata Goa, Wisata Alam dan Sejarah


Musim liburan nyaris tiba, sebentar lagi anak-anak kita, keponakan atau saudara yang masih duduk di bangku sekolah akan libur. Sebagai orangtua, akdang kebingungan untuk ngajak putra putri tercinta untuk mengisi liburan. Kadang ada juga orangtua yang tak begitu pusing, karena nak-anaknya sudah mempunyai acara sendiri, dengan melakukan kegiatan atau berkunjung ke saudara di tempat lain atau berkunjung ke kerabat di desa atau kota untuk menikmati liburan.

Di beberapa kota, liburan bisa dibilang mahal, membayar tiket masuk atau ikut permainan yang ada di lokasi hiburan. Namun ada juga yang murah meriah tanpa harus mengeluarkan kocek dalam, karena anak- anak senang bermain di alam dengan berbagai kreatifitas, terutama yang tinggal di daerah. Boleh jadi ada beberapa siswa yang mengisi liburan dengan magang, atau bekerja untuk mencari pengalaman dan sekaligus menghasilkan, untuk tambahan uang jajan.

Wisata ke Goa, banyak bertebaran di negeri ini. Di setiap daerah ada goa buatan, yang memang sengaja dibangun untuk berlindung ketika perang meletus. Katakanlah Goa jepang, Goa Belanda yang dibangun dengan berbagai tujuan. Selain untuk berlindung dari serangan musuh, juga untuk menahan dan memenjarakan, atau bahkan penyiksaan para pemberontak (istilah penjajah), namun mereka adalah pejuang kemerdekaan (bagi bangsa Indonesia).

Ada juga Goa alam, memang terbentuk oleh alam, proses alam yang terbentuk melalui proses yang sangat panjang. Sehingga bentuknya beraneka dan ruangan di dalamnya juga ada yang luas, ada pula yang sempit. Malah sering kali terdapat sungai di dalamnya. Banyak contoh Goa alam yang ditemui dengan fenomena alam yang mengaggumkan.

Khusus Goa yang dibuat untuk perlindungan, di beberapa daerah ada. Namun yang cukup terkenal adalah Goa Jepang di Bukit Tinggi atau Goa di Taman Hutan Raya Ir H. Juanda, di Bandung Utara. Goa-goa itu dibangun sedemikian rupa, dengan lorong yang panjang, lurus kadang berkelok, dan penuh dengan jebakan dan tempat peristirahatan para jendral, tempat pengendalian peperangan, serta penjara bagi “musuh”para penjajah.

Kalau berkunjung di Bandung, lokasi ada di Bandung Utara, tepatnya di Dago Pakar, di dalam kawasan Tahura Ir H. Juanda. Lokasi memang nyaman, adem serta kelebihannya, selain belajar mengenai sejarah mengenai perjuangan para pejuang kemerdekaan, dalam kawasan itu juga belajar dengan kehidupan flora dan fauna. Sekaligus belajar sejarah dan pengetahuan alam. Selain Goa Jepang, dalam kawasan konservasi itu juga ada Goa Belanda.

Kawasan yang terletak di daerah tangkapan hujan itu, namun sudah padat penduduk, mudah dijumpai, dan sudah ada dalah peta daerah tujuan wisata di bandung dan sekitarnya. Mengenai pemandu, jangan khawatir. Anda begitu masuk dan membeli tiket, sudah ada pemandu yang menawarkan jasanya, untuk mengantar dan menjelaskan alam dan lingkungan yang ada di sana. Anda tinggal mau belajar atau mengetahui tentang apa, sejarah atau alam. Pemandu di sana sudah ada 4 orang yang khusus sejarah dan 3 orang untuk belajar biologi. Artinya para pemandu itu sudah dilatih mengenai alam yang ada di sekitarnya.

Wisata ini sangat menarik bagi pendidikan sejarah dan alam lingkungan. Didukung dengan jalan yang naik turun, bagus untuk olahraga, juga pohon besar dan rindang sudah dikasih label bahasa ilmiah, jauh dari panas yang terik, serta didukung dengan suasana yang sejuk, khas dari bumi Parahiyangan yang ada di sebelah utara ini. Biaya tak mahal, namun memiliki nila sejarah yang besar. Agar kelak anak-anak memahami arti sebuah perjuangan bangsa ini, serta kegiatan yang melindungi kawasan tangkapan hujan yang menjadi sumber mata air untuk menghidupi warga Bandung.
(dimuat di : http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=19033, Minggu, 19-06-2011 11:28:30 oleh: Edy Hendras W
Kanal: Wisata

AKU DAN SISWOYO

AKU DAN SISWOYO
Aku dan Sis tahun 1983, waktu pertama kali melakukan penelitian orangutan, Dia meninggal saat melahirkan anak, terlulu sering melahirkan. Biasanya orangutan, jarak kelahiran anak yang satu dengan yang lain 5-7 tahun. Tapi Sis kurang dari 4 tahun. Maklum setiap harii di Camp, badan subur dan jantanpun sering menaksirnya. Saat melahirkan ari-arinya ketinggalan, terinfeksi setelah ditemukan sudah koma. Siswoyo punya anak 3, Siswi, Simon dan Sugarjito.