05 Juni 2010

KETIKA AKU DI LOMBOK TIMUR




Ini Adalah perjalanan saya ke alombok Timur, yang beribukota di Selong. Perjalanan ini biasa aku lakukan, sekali dayung dua pulau terlampui. Perjalnan ini sering aku lakukan untuk berbagi elmu mengenai lingkungan, ke beberapa guru yang ada di sana. Kegiatan kali ini dlakukan di Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur, atau orang sering menyingkat LOTIM, untuk mempersingkat dan menhemat kata kali.

Lotim, atau di Kecamtan Sikur, pendapatan petani selain tanaman pangan, palawija juga tembakau, konon tembakau di Lotim ini cukup terkenal, sehingga perusahaan rokok raksasa dari Jawa Timur, seperti Sampoerna yang sahamnya sebagian sudah dikuasai Phillip Moris International Ltd.

Daerah ini amat sangat membutuhkan kegiatan mengenai pendidikan lingkungan, baik melalui sekolah maupun langsung ke masyarakat. Seperti pada Undang-undang No 32 Tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dinyatakan bahwa “salah satu hak masyarakat adalah mendapatkan pendidikan lingkungan hidup”.

Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk membuat sebuah impian NTB menjadi hijau, salah satu diantaranya adalah penyebaran buku Sapu Bersih yang berupa Gerakan LOTIM Bersih yang akan dicetak sebanyak 10 ribu buku. Impian ini akan dimulai, dan bola sudah dipegang oleh Dinas Pendidikan dan Olah Raga dari UPTD Kecamatan Sikur, adalah pelatihan guru.

Sekolah yang ada di LOTIM baik SD, SMP dan SMA dan sederajat, lebih kurang 1600an sekolah, dan khusus dalam pelatihan ini baru merupakan pilot program untuk pendidikan lingkungan. Sekolah yang terlibat dalam pelatihan ini baru setingkat sekolah dasar dan sederajat sebanyak 60 sekolah, [elatihan dibagi menjadi 2 angkatan.

Kasus krisis energy yang melanda LOTIM umumnya dan para petani tembakau khususnya, sangat mengganggu dalam roda perekonomian, dan sangat membebani. Karena BBM harga naik, dan kemudian digantikan dengan gas, maka menambah kebinungan. Harga mahal dan baangpun sulit. Akhirnya beberapa petani tembakau menoleh untuk memanfaatkan kayu bakar. Sehingga penggunaan kayu bakar ini sangat mempengaruhi terhadap pelestarian alam dan lingkungan.

Alasan-alasan tersebut, perlu dilakukan secepat mungkin untuk menanggulangi kerukan alam dan lingkungan. Semuanya memang penting, tembakau, walau membahayakan kesehatan, juga merupakan pendapatan yang meningkatan ekonomi masyarakat. Khabarnya masyarakat yang memiliki kebun tembakau, dari hasil tersebut dapat melakukan ibadah haji. Tak perduli guru SD yang memiliki kebun, banyak yang melakukan rukun Islam yang kelima tersebut.

Oleh karena itu melihat kenyataan tersebut, sangat perlu dilakukan sebuah terobosan untuk mengatasi krisis energy, memenuhi kebutuhan akan bahan bakar dan tidak mengganggu alam dan lingkungan. Karena masyarakat mau tidak mau memerlukan kayu untuk mncukupi kebutuhan akan kayu bakar.

Pendidikan pelestarian alam dan lingkungan hidup yang dilakukan oleh Transform yang merupakan lembaga swadaya masyarakat di Lombok dan dibantu oleh fasilitator dari yayasan Pendidikan Pelestarian Alam dan Lingkungan Hidup, mencoba membantu dalam program lokakarya dan pelatihan ini dengan berbagai metode pembelajaran.

Selain memperkenalkan mengapa perlu pendidikan lingkungan, juga mencoba melakukan beberapa program mengenai energy alternative yang dapat dilakukan secara missal, bersama dan semua orang. Menurut Bupati LOTIM, kalau satu orang menanam satu pohon, makan di LOTIM setiap tahun akan tertanam sebanyak 1.2 pohon, sesuai dengan jumlah penduduk di sana.

Ada penggerak untuk melakukan penanaman dan penggerak itu menyiapkan bibit tanaman secara gratis, yaitu PT Sadhana, yang juga sebagai pembeli tembakau dari penduduk yang ada di sana. Penanaman yang diharapkan adalah tanaman yang cepat tumbuh, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk oven tembakau. Tumbuhan seperti Turi adalah salah satu pilihan. Selain cepat tumbuh juga membantu untuk menyuburkan tanah. Banyak masyarakat yang merasa terbantu dengan penanaman tersebut. Termasuk guru-guru yang memiliki lahan untuk berkebun tembakau, sehingga sebagain dapat menunaikan ibadah haji.

Kecamatan Sikur, 19 Maret 2010.

WISATA KE BAHOI


BAHOI

DESA YANG PEDULI MELESTARIKAN LINGKUNGAN

Bahoi Adalah sebuah desa kecil di pesisir Sulawesi Utara. Secara administrasi, desa ini terletak di Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Dari pusat kota Manado dapat ditempuh dengan jalan darat sekitar 1,5 jam, dengan jalan yang mulus, dapat ditempuh dengan berbagai jenis kendaraan.

Desa ini memiliki daerah perlindungan mangrove (DPM) dan daerah perlindungan laut (DPL). Kawasan yang dilindungi ini sangat berarti bagi masyarakat yang lebih dari 50% penduduknya adalah nelayan. Masayrakat percaya kawasan yang dilindungi yang berupa hutan mangrove dan laut yang terhampar berupa terumbu karang merupakan daerah untuk pemijahan berbagai jenis ikan.

Bahoi mempunyai sejarah yang panjang sehingga masyarakat peduli untuk melestarian alam dan lingkungan di pesisir. Dari kejauhan desa ini masih hijau, pepohonan yang menutupi perbukitan di tas desa itu, menandakan mereka sangat peduli terhadap kelestaraian alam. Tak hanya daratan, lautan pun mereka berusaha melindungi dari kerusakan, mereka yakin sebagai nelayan, bahwa pelestarian pesisir terutama mangrove dan terumbu karang akan mendatangkan berkah.

Keindahan alam itu, kini dicoba untuk dikemas menjadi sebuah paket wisata alam, banyak orang menyebut ekowisata, wisata lingkungan, wisata pendidikan, entahlah banyak sekali istilah itu, Tapi pada prinsipnya masyarakat Bahoi, mencoba untuk menibgkatkan sumber daya manusianya untuk pengembangan program itu.

Aku berkesempatan untuk berbagai ilmu mengenai manajemen ekowisata yang mendukung dalam pengembangan tersebut. Tak hanya menyiapkan pemandu yang akan menemani para wisatwan ke lapangan, juga kecakapan mengenai P3K dan keselamatan dalam pemanduan. Selain itu factor pendukung lainnya adalah makanan, home stay (penginapan), kerajinan, transportasi. Dan yang penting juga ada keahlian dalam mengemas paket wisata serta memasarkannya.

Kawasan ini sangat menarik, keindahannya alam dan lingkungan layak untuk dipasarkan. Apalagi bagi wisatawan yang peduli terhadap kelestarian lingkungan, baik mangrove dan terumbu karang. Beberapa wisatawan yang datang, umumnya ingin melihat keindahan alam di bawah perairan yang menakjubkan. Konon menerut para penyelam atau masyarakat yang pernah memandu, keindahannya tak kalah dengan Taman nasional laut Bunaken. Hampir terumbu karang yang ada di taman nasional itu ditemukan di perairan Desa Bahoi. Jenis-jenis ikan juga demikian.

Akan tetapi kegiatan pelestarian alam dan lingkungan pesisir ini murni dilakukan oleh masyarakat, perlu me dapatkan apresiasi dan dukungan. Sementara di beberapa tempat banyak masayrakat yang belum menyadari akan penting pelestarian alam dan lingkungan, di Bahoi telah dilakukan secara bahu membahu, baik pria dan wanita untuk melestarian alam.

Kawasan yang dilindungi, sebenarnya tidaklah terllalu luas, hanya sekitar 10 hektar. Dimana 30% nya adalah hutan mangrove. Akan tetapi dalam skala desa, merupakan kawasan yang cukup luas, untuk melindungu pantai, dimana penduduk bermukim. Untuk melindungi kawasanitu masyarakat membuat aturan desa atau sering di sebut dengan Perdes, yang harus ditaati oleh warga desa. Kasawan dibatasi dengan pagar apaung yang dihubungkan dengan tali. Pelampung yang terbuat dari stereoform itu diberi tanda warna kuning, yang menunjukkan sebagai Zona Inti, dimana masyarakat tidak boleh melewati kawasan dalam pagar tersebut, kecuali ada ijin khusus. Karena dalam zona into, masih banyak ditemukan terumbu karang yang sangat indah serta hutan bakau yang terjaga dengan baik.

Zona inti ini diyakini sebagai tembat untuk berkembang biak semua jenis ikan, lobster, ikan karang, udang dsb. Sehingga perlu dilestariakan agar masyarakat nelayan teidak perlu melaut jauh untuk mencari ikan.

Merupakan suatu contoh kegiatan yang terkait dengan usaha pelestarian alam dan kegiatan perekonomian. Kawasan lindung yang dapat memberikan nilai ekonomi baik secara langsung maupun tidak perlu dilakukan. Pengembangan ekowisata yang akan dilakukan ini sangat mendukung dalam program pelestaraian alam. Alam yang indah yang dilindungi, tak harus dilihat, ditonton, akan tetapi juga perlu dikemas menjadi paket yang menghasilkan dan menaikkan pendapatan masyarakat. Kini Bahoi mulai bebenah, anak-anak muda disiapkan agar mereka kelak yang meneruskan pekerjaan orangtua mereka yang rata-rata sebagai nelayan. Dan kegiatan lain mencoba membuka wacana baru bagi generasi muda dengan kegiatan pelestarian alam dan ekowisata, untuk membuka lapangan pekerjaan baru. Selamat Bahoi, semoga cita-cita luhur para tetua untuk melestariakan alam untuk kesejahteraan terwijud, dan generasi muda mau melajutkan.

Bahoi, 26 Maret 2010.

05 Februari 2010

Dari Desa ke Desa


Suatu kali, saya ada kesempatan keliling-keliling di daerah perbatasan Banten dan Jawa Barat, tujuan utamanya sih untuk melakukan pengamatan fauna dan flora. Oleh karenanya saya dan kawan yang merupakan tim pengamat yang terdiri dari pengamatan satwa terutama burung, mamalia dan pengamat flora.
Dengan kendaraan, tim keliling-keliling keluar masuk desa, kebun, perkebunan dan sampailah di daerah kawasan konservasi yaitu Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Perjalanan diawali dari barat yaitu di labuhan, kemudian menembus ke Malingping, Bayah, Cikotok menembus ke pegunungan, naik turun bukit, jalan sempit berbatu dan tembus ke Citorek. Sesekali mobil yang bukan 4x4 terpater, namun dengan keyakinan, pasti bisa dan bisa menembus jantung kawasan taman nasional.
Sepanjang jalan, dari Cikotok yang memang sudah dikenal menjadi daerah "penggilingan" batu yang mengandung emas itu, banyak lalu lang kendaraan jeep yang mengankut karung-karung berisi bebatuan yang konon mengandung emas. Semakin memasuki ke dalam pegunungan dan desa-desa, motor lalu lalang membawa karung2 yang berisi emas.
Sesekali di sepanjang jalan itu terdapat tanah longsor, bebatuan kecil menutupi jalan, seprihan-serpihan batuan itu ada yang memilah, memilih, batu-batu itu dengan harapan mengambil ada sebutir emas yang nantinya akan mendapatkan rejeki untuk menopang hidup keluarga.
Tak hanya diperkampungan yang terdengan mesin yang menjalankan silinder penghancur bebatuan, namun nun di dalam jurang yang dalam, terdapat tenda-tenda yang berada di lereng-lereng. Nampak para pekerja melakukan kegiatan untuk menghancurkan bebatuan dan menyaringnya, serta memisahkan antara butiran emas dan pasir.
Sesekali dikejutkan di pinggiran jalan terdapat puluhan motor yang parkir. Pikiran saya ada hajatan atau kegiatan. tetapi mengapa di dalam hutan. Oh, rupanya motor-motor itu merupakan kendaraan para penggali, dan pemecah batu yang ada diperbukitan.
Dari jalan lintas di tengah kawasan taman nasional, nun jauh di sana terdapat tebing-tebing yang berlubang. Saya teringat akan kuburan orang Toraja yang menyimpan jasar di tebing-tebing yang curam. Namun gua-gua kecil ini bukanlah kuburan, akan tetapi gua-gua yang "dibobok" penggali untuk mendapatkan kepingan bebatuan. Namun beberapa berita pernah mengabarkan, bahwa lubang-lubang ini juga pernah menjadi kuburan para penggali batu, karena tanah "ambleg" dan longsor.
Mobil melaju perlahan dengan pasti. Karena kami sesekali harus turun melakukan pengamatan flora dan fauna. Meneropong burung elang yang melayang-layang diangkasa, dan mengdentifikasi jenis-jenis yang diamati. Ada beberapa jenis elang yang merupakan "burung migran" yang melakukan perjalanan yang jauh.
Sungai di sepanjang jalan nampak jernih, menggiurkan, dan menggoda untuk mengambil, dan membasuhkan ke muka yang penat dan panas. Namun teringat, bahwa sengai dan air ini, kemungkinan sudah tidak sehat lagi. Karena di sana-sini sudah menjadi pembuangan aliran limbah dari penambang. Beberapa gua sudah ditutup dengan beton semen, tetapi kadang-kadang di beberapa tempat masih ada orang yang memungut serpihan batu-batu.
Seingat saya, sewaktu melihat penambangan emas tradisional di pedalaman Kalimantan Tengah, masyarakat masih menggunakan peralatan yang benar-benar tradisional, tidak menggunakan bahan kimia, dan tidak merusak tutupan hutan. Pasir yang diperkirakan mengandung emas, didulang, kemudian pasir hitan yang bercampur dengan butir-butir lembut emas dipisahkan. Untuk memisahkan butiran emas yang lebut dengan pasir, cukup dengan memamanaskan pada piting yang terbuat dari seng. Emas dan pasir terpisah. Emas mencair, dan menggumpal menjadi satu, sedangkan pasir yang tak bisa mencair terpisah. Kemudian dengan tiupan, pasir keluar, dan emas dipisahkan dan dimasukkan ke dalam botol.
Namun kini berbeda, para pencari emas, berusaha mendapatkan emas banyak dengan cara yang singkat. Menggali lubang, mengambil bebatuan atau menyemprotkan tebing yang berpasit dengan mesin pompa tekanan tinggi. air yang mengalir yang berupa lumpur, dialirkan pada parit-parit dan di saring. Untiuk memisahkan emas, umumnya menggunakan air raksa atau mercury. Akan tetapi beberapa peneliti yang pernah mengamati, kini didaerah penambangan emas atau sering disebut "gurandil" ini kini menggunakan zat yang sangat berbahaya, yaitu Sianida..ow gila.
Kini kita mesti waspada, dan harus waspada pada sungai-sungai yang berhulu di pegunungan, dimana telah menjadi daerah pertambangan. Daerah yang kami lalui merupakan hulu sungai yang mengalir ke utara, artinya Banten bagian pesisir utara, dan ada sungai yang mengalir ke selatan yang bermuara di Samudra Hindia.
Kemungkinan kini belum nampak dampak yang diakibatkan oleh zat kimia yang mengalir ke sungai. Mungkinkah di masa yang akan datang, anak-anak yang terlahir ada pengaruhnya. Aku selalu ingat kasus teluk Minamata Jepang yang merupakan kasus bencana lingkungan yang diakibatkan oleh pencemaran Mercury.
Entah sadar atau tidak, entah tahu atau nggak mau tahu, masak bodoh dengan dampak yang diakibatkan oleh aktifitas yang merusak lingkungan. Mudah-mudahan ada penggiat liangkungan, yang memberikan penyadaran kepada masyarakat, tentang bahayanya kerusakan lingkungan dan pencemaran air bagi generasi mendatang. (Foto oleh Willy Ekariono, air sungai yang lembut dan indah di salah satu air terjun di sepanjang perjalanan)
Banten Akhir Januari 2010,

AKU DAN SISWOYO

AKU DAN SISWOYO
Aku dan Sis tahun 1983, waktu pertama kali melakukan penelitian orangutan, Dia meninggal saat melahirkan anak, terlulu sering melahirkan. Biasanya orangutan, jarak kelahiran anak yang satu dengan yang lain 5-7 tahun. Tapi Sis kurang dari 4 tahun. Maklum setiap harii di Camp, badan subur dan jantanpun sering menaksirnya. Saat melahirkan ari-arinya ketinggalan, terinfeksi setelah ditemukan sudah koma. Siswoyo punya anak 3, Siswi, Simon dan Sugarjito.