07 Januari 2009

Drakula itu menghisap darahku

Pagi itu masih gelap, ditambah dengan gerimis yang tiada henti sejak semalam. Jam digital saya baru menunjukkan pukul 03.30. Saya sendirian berjalan di hutan menuju ke sarang orangutan jantan remaja di sekitar jalan 17 arah timur dari Kamp Leakey. Pak Ukay jalan belakangan karena badan agak meriang. “Tak apalah, saya duluan, nanti kita bertemu di bawah sarang”, kataku singkat saat memberi tahu Ukay di rumah penginapan yang berupa Long House, asrama bagi karyawan Orangutan Project.

Aku berjalan perlahan, selain gerimis dingin yang mencekam, juga sepi. Hanya titik air hujan yang membuat gaduh hutan rimba. Ladang yang luas telah kulewati dan kemudian rawa-rawa kecil yang airnya meluap saya seberangi. Ah, menambah dingin pagi ini. Pikiran saya bisa cepat sampai di tempat dan minum kopi hangat yang sudah disiapkan.

Lima puluh lima menit kemudian saya baru sampai, kebetulan sarang tempat tidur orangutan jantan yang ditemukan sehari sebelumnya dibuat pada pohon di pinggir jalan sehingga mudah menemukannya. Beruntung pula sarang berada di daratan, tidak di rawa.

Mula-mula aku menyalakan obat nyamuk untuk mengusir serangga yang jumlahnya begitu banyak, kemudian membuat tempat tidur gantung, agar bisa tiduran sambil menunggu orangutan yang masih tidur dalam sarang. Biasanya kalau gerimis seperti ini, orangutan seperti halnya manusia malas bangun bagi. Berkali-kali terdengar suara dari sarang, mungkin ganti posisi saat tidur, nyenyak sekali seolah-olah tak terusik dengan kedatangan saya.

Dari ufuk timur mulai terlihat cahaya, jam menunjukkan pukul 06.00, Pak Ukay datang dan sebelumnya mohon maaf kalau terlambat. “Orangutan masih tidur” saya berbisik ke Pak Ukay. Diapun mengikuti saya untuk membuat tempat tidur gantung.

Masih gerimis, pukul 07.30, orangutan mulai menunjukkan aktifitasnya. Umumnya setelah keluar dari sarang, mereka lantas buang air kecil dan diikuti buang hajat besar. Lantas mereka istirahat duduk, sesekali terlihat menguap dan duduk sambil garuk-garuk.

Catatan semacam ini yang saya lakukan setiap hari bila mengikuti dan mencatat perilaku orangutan. Catatan ini digunakan untuk menganalisa, makanan apa yang dimakan, apakah ada interaksi dengan stawa lain khususnya orangutan, atau ada hal lain yang ditemui dan belum dicatat selama penelitian yang sudah berjalan lebih dari seperempat abad ini.

Saya masih belum tahu namanya, karena orangutan jantan remaja yang nyaris mempunyai bantalan pipi atau “cheekpet” ini belum pernah diamati atau diketahui. Mungkin pendatang baru dari studi area atau orangutan rehabilitasi yang sudah lama menghilang atau anak orangutan yang sudah mulai besar.

Terus pindah pohon, mungkin mulai mencari “makan pagi”. Toleh sana toleh sini, belum ada satupun makanan yang dimakan. Akhirnya dia menemukan makanan yang menurut catatan merupakan salah satu tumbuhan yang disukai orangutan yaitu, teminting natai. Buahnya dibungkus kulit yang lunak dan biji dibungkus dengan kulit yang tebal dan keras. Kita akan memerlukan palu untuk memecahkan biji tersebut. Namun, bagi orangutan hanya cukup digigit saja. Gigitannya menimbulkan suara yang keras. Dapat dibayangkan begitu kuat gigitan orangutan untuk memecahkan biji itu.

Suatu kesempatan untuk istirahat pikir saya karena dibutuhkan waktu 3-4 jam bagi orangutan untuk memakan buah tumbuhan ini. Akupun memasang “hommock” lagi untuk tiduran.

Matahari mulai menyinarkan cahaya disela-sela awan yang masih tebal. Sinar matahari memang sangat sedikit yang sampai di lantai dasar hutan. Aku duduk pada pohon kayu mati. Aku perhatikan keadaan sekitar untuk menghindari semut atau serangga lain dan pacet tentunya.

Tiba-tiba dari berbagai arah disekitar tempat duduk saya bermunculan beberapa pacet secara berbarengan. Mungkin lebih dari 10 ekor yang datang dan akan “menyerbu” mangsa yang berhasil dideteksinya.

Lintah darat ini memang aneh. Mereka dapat mendeteksi mangsa berdasarkan panas yang ditimbulkan oleh makhluk hidup itu. Tentunya mereka membedakan suhu tubuh binatang atau manusia yang ada di sekitar mereka dengan suhu lingkungan..

Orangutan masih asyik makan. Dan saya pindah dan duduk di tempat tidur gantung. Pacet-pacet itu berbalik arah dan menyerbu ke arah saya. Merasa jijik juga melihat pacet dengan bagian kepala (anterior) mendongak ke arah saya.

Saya menemukan akal agar pacet ini menyingkir dari tempat duduk saya. Kalau mau saya bunuh pun bisa, tetapi kebanyakan. Aku nyalakan lilin 2 buah dan saya taruh di atas tanah. Kemudian saya tinggal pergi dengan berjalan berputar menuju kembali tempat tidur gantung lagi. Saya amati terus benarkah “drakula” berbentuk cacing ini mendeteksi mangsa dengan panas. Ah, ternyata benar mereka berbondong-bondong mendatangi lilin-lilin itu. Aku duduk dari kejauhan sekitar 5 meteran dari lilin-lilin kecil itu.

Mereka merubung lilin, sesekali ada yang berusaha untuk memanjat batang lilin tetapi gagal karena terlalu panas untuk pacet yang tubuhnya selalu diselimuti lendir dan lembab ini.
Pacet ini sebenarnya tidaklah terlalu banyak menghisap darah, tetapi kalau lebih dari 10 ekor lumayan juga. Dan yang paling menjengkelkan adalah sulitnya darah untuk membeku dan gatal setelah kena gigitan. Mereka hanya mengisap sekitar 500-an gram (setengah cc-cubic centimenter) saja. Saya pernah melakukan uji coba, seberapa banyak darah yang dihisap pacet ini setiap kali.

Sebelumnya saya ambil pacet dan saya timbang dengan timbangan yang sensitif. Setelah itu pacet ini saya biarkan menggiggit bekas luka gigitan pacet beberapa hari sebelumnya. Mereka saya biarkan mencari lubang dan akhirnya menggigit hingga kenyang dan jatuh. Pacet ini kemudian saya timbang lagi. Banyaknya darah saya yang dihisap oleh drakula darat ini saya perkirakan dari perbedaan berat sebelum dan sesudah menghisap darah. Rupanya jumlah darah saya yang hilang berkisar setengah cc saja.

Hampir 3 jam saya mengamati perilaku pacet ini sementara orangutan masih belum pindah pohon untuk mencari makanan lain. Hanya sesekali pindah dahan untuk mengambil buah yang lain. Berbagai tempat lilin itu saya pindahkan dan mereka mengejar lilin yang saya nyalakan. Ada yang berpendapat bahwa pacet mendeteksi bau keringat binatang berdarah panas seperti mamalia. Seperti halnya binatang liar lain jika mencium bau manusia mereka akan cepat menghindar.

Selain pacet, nyamuk juga dapat mendeteksi mangsa dengan membedakan suhu tubuh makhluk berdarah panas seperti satwa liar atau manusia. Konon menurut penelitian, antena nyamuk dapat membedakan 0,3 °C antara suhu manusia dengan suhu lingkungan yang ada.


Hari ini saya tidak terlalu capai karena orangutan ini sehari penuh hanya makan biji teminting natai ini. Hanya sekali pindah pohon, makan daun dan jam 05.45 sudah membuat sarang. Selama dua hari pengamatan orangutan jantan remaja ini tidak terlalu jauh dengan sarang semula yang ditemukan.

Pada hari ketiga terjadi sesuatu diluar dugaan saya. Ketika itu pagi pukul 07.00 orangutan sudah keluar sarang dan makan buah-buahan. Saya berpikir orangutan akan lama makan seperti hari-hari sebelumnya. Saya pun membuka bekal untuk makan pagi. Saya terkejut, orangutan itu turun dari pohon dan mendekati saya, hanya dalam jarak kurang dari 5 meter dia menggelantung di pohon. Pak Ukay pun bingung siapa gerangan orangutan ini.

Pikir punya pikir, pertanyaan demi pertanyaan muncul, siapa orangutan itu. Pak Ukay mencoba mengingat-ingat siapa saja yang pernah menghuni Kamp Leakey dan tidak kembali lagi. Terlintas di benak Pak Ukay “Mungkin Rantai”, kata Pak Ukay.

Maka pagi itu saya putuskan untuk meninggalkan orangutan jantan bekas sitaan itu. Kami pun mencari lagi orangutan liar di dalam hutan. Saat itu saya perlu data tentang orangutan khususnya betina yang mempunyai anak karena menurut saya sudah cukup banyak data tentang orangutan rehabilitasi. Selamat tinggal Rantai, semoga tenang hidup di hutan.

AKU DAN SISWOYO

AKU DAN SISWOYO
Aku dan Sis tahun 1983, waktu pertama kali melakukan penelitian orangutan, Dia meninggal saat melahirkan anak, terlulu sering melahirkan. Biasanya orangutan, jarak kelahiran anak yang satu dengan yang lain 5-7 tahun. Tapi Sis kurang dari 4 tahun. Maklum setiap harii di Camp, badan subur dan jantanpun sering menaksirnya. Saat melahirkan ari-arinya ketinggalan, terinfeksi setelah ditemukan sudah koma. Siswoyo punya anak 3, Siswi, Simon dan Sugarjito.