25 Desember 2013

PROFESORKU SAYANG

Aku punya banyak profesor yang tersebar di seluruh dunia. Dari kutub utara sampai kutub selatan. Dari seorang ahli semut sampai ahli monyet, dari ahli anak jalanan sampai orang kantoran. Semua adalah professor. Karena memang profesinya seperti itu. Aku pernah dinasehati salah satu profesorku. Kata beliau "hilangkan rasa benci, dengki dan demdam, karena akan menyakiti dirimu sendiri". Aku ingat itu, lewat pesan pendek dari tilpon genggam yang saya miliki. Aku sedih masih ada yang memperhatikan aku. Professor yang aku kenal, memang mereka sudah menduduki tingkat yang tinggi. Kalau di pewayangan atau ceritera rakyat, dia itu sudah menjadi Beghawan, Panditho atau pengayom murid-muridnya. Kasih contoh yang benar, jangan diajarin yang tidak benar, sehingga menjadi liar serta kurang ajar. Aku ingat benar, seorang professor dari Jerman, yang membimbingku menjadi penjelajah negeri, menjelajah dunia, mengarungi kehidupan di hutan di alam, di kampung dan di semua lini kehidupan. Dia yang menceburkan aku ke dunia yang tak pernah aku kenal. "kamu jadi peneliti harus jujur, jangan menyuruh orang mengambil data dan sementara di lapangan orang lain. Kita tidak tahu bahasa satwa, kita hanya menduga apa yang dilakukan satwa. Kalau kelak kamu jadi doktor atau doktor kelak, amalkan elmu yang kau dapat, buatlah generasi penerus, ajarkan mereka tentang kesopanan baik di masyarakat dengan sesama manusia atau mahluk hidup yang ada di alam. Karena mereka mempunyai hak hidup di alam. Jangan diberikan contoh perilaku yang tak benar, nanti akan menimpa kamu sendiri, atau back fire". Aku ingat benar pesan itu, maklum waktu itu masih belasan tahun aku memulai memasuki hutan untuk menjelajah kehidupan di dunia lain, selain dunia remaja. Aku sangat-sangat menekuni duniaku, dunia yang mungkin hanya aku dan Allah yang mengerti. Seorang professor ahli burung mengatakan, "coba lihatlah Edy, di sana ada kehidupan, keindahana karena lingkungan mendukung. Tapi lihatlah di sana, gersang dan semut pun enggan datang. Walau gula bertebaran, namun Gula itu menyakitkan". Entah apa makna. Lama aku merenungi kata filsafat professor dari Amerika itu. Nggak paham, nggak ngarti. Memang aneh, unik, nyentrik, dan ada saja nasehat, arahan, petunjuk, saran dalam mengarungi dunia, dunia kehidupan dan dunia keilmuan. Malah ada seorang profesor yang marah-marah gara-gara hanya sepele, yang kadang nggak masuk akal. Mungkin sudah pikun, atau lupa, atau entahlah. Dia marah, aku pun marah, dan yang tidak karuan, mau dilaporkan ke polisi segala. Namun aku sebagai anak muda, mohon maaf kalau salah. Setiap hari aku jumpa dengan profesor, ada yang dari pesantren, ada yang dari kalangan masyarakat, ada yang dari perguruan tinggi, ada juga yang dari petani. Semua aku anggap sebagai professor, karena punya elmu, karena punya keahlian. Namun kebanyakan profesorku itu dari universitas terbuka. Ngajar dan kampusnya di hutan, di sungai, di laut, di kebun, dimana saja, kapan saja, siapa saja yang jadi mahasiswanya. Tidak pernah dapat gelat, tidah juga mendapatkan ijasah. Hanya Allah SWT yang mengakui. Suatu kali di lereng gunung yang dingin, aku jompa seorang professor. Dalam keheranan, aku bertanya. "Pak, lahan bapak luas, rumah bapak bagus, bangunan banyak untuk penginapan. kenapa nggak dipagerin pak", tanyaku lugu dan singkat. Sambil mengisap rokok kesayangannya, beliau menjawab "pagar rumah dan pekarangan saya, adalah silaturahmi". Silaturahmi, ya silaturahmi dengan tetangga, dengan masyarakat sekitar, dengan begitu, masyarakat ikut menjaga. Luar biasa, philosofi dan kata mutiara dalam kehidupan bertetangga. Profesor juga manusia, makan nasi dan doyan terasi, kadang salah, kadang benar. Ada yang menerima apa adanya, namun ada pula yang selalu ingin mencari lebih. Aku pernah menasehati para profesor "apa yang dicari dalam hidup ini prof ?, kita nikmati saja sisa hidup ini, kita jalani saja perjalanan yang ada, hidup sudah ada yang mengatur, mensyukuri akan memperpanjang rejeki". Yah profesor, kata-katanya kadang bijak, menjadikan sebuah nasehat, namun kadang sesat. Tapi aku memaklumi, aku ambil yang baik saja, aku lupakan yang tidak pas untuk pegangan atau panutan. Terima kasih profesor, elmu yang telah kau berikan padaku......

PRIMATA INDONESIA

Keanekaragaman satwa yang hidup di hutan Indonesia sangat luar biasa. Tiga puluh enam jenis primata yang hidup di hutan-hutannya memiliki ciri dan ukuran yang bervariasi, mulai dari primata terkecil di dunia, yaitu Binatang Hantu (Tarsius pumilus) yang hidup di Sulawesi, hingga yang terbesar, yaitu Orangutan (Pongo pygmaeus dan Pongo abelli) yang masih tersisa di Kalimantan dan Sumatera. Hingga saat ini belum semua keragaman yang ada dalam bangsa primata diketahui dengan baik. Satu jenis primata dapat terdiri dari beberapa anak jenis yang memperlihatkan pola warna dan penyebaran yang berbeda. Misalnya, para ahli taksonomi mengenal ada beberapa jenis dan anak jenis binatang hantu. Namun, corak dan pola sebarannya yang rumit menyebabkan jenis dan anak jenis binatang hantu sulit dibedakan satu dengan lainnya. Di antara bangsa primata, keragaman paling besar ditemukan pada keluarga lutung. Satu jenis lutung kadang-kadang memiliki 5 atau lebih anak jenis, misalnya Kokah (Presbytis femoralis) dengan 8 anak jenis dan Simpai (Presbytis melalophos) yang terdiri dari 5 anak jenis. Keragaman tersebut terletak pada corak warna pada tubuhnya. Keragaman warna dan bentuk juga diperlihatkan primata endemik. Perbedaan bentuk antarjenis dapat dilihat pada beruk (marga Macaca). Di Sulawesi jenis monyet ini menunjukkan perubahan warna tubuh, mulai dari populasi di ujung utara yang berwarna gelap (M. nigra), sampai dengan populasi M. maura di ujung selatan pulau yang berwarna lebih cerah. Warna tubuh M. maura lebih mirip dengan saudaranya yanga ada di Kalimantan, yaitu beruk (M. nemestrina). Primata-primata yang tidak mengalami evolusi secara aktif, karena tidak ada persaingan dan pemangsa yang berarti, umumnya masih mempertahankan bentuk aslinya. Suara, warna rambut, morfologi tidak banyak mengalami perubahan. Jenis-jenis ini ada di Kepulauan Mentawai, yang terpisah dengan daratan Asia, lebih dari 500.000 tahun. Primata di sana diperkirakan masih mendekati nenek moyang sebagian bangsa primata. Misalnya Siamang Kerdil (Hylobates klossii), Lutung Mentawai (Presbytis potenziani), Monyet hidung pesek (Simias concolor) dan Beruk Mentawai (Macaca pagensis). Keluarga Owa (marga Hylobatidae), yang memiliki suara yang indah dan merdu, merupakan jenis primata yang memiliki cara hidup sangat unik. Owa umumnya membentuk keluarga melalui sistem kawin monogami. Keragaman marga inipun cukup tinggi, selain dapat dilihat dengan corak warna tubuh, juga dapat didengar melalui lengkingan suara yang mempunyai frekwensi dan lagu yang berlainan.

24 Desember 2013

BEKANTAN YANG CERDIK

Perilaku unik dari salah satu primata yang hanya hidup di Kalimantan, ditunjukkan oleh bekantan. Monyet Belanda, demikian sebagian masyarakat menyebutnya, sangat mudah dikenal karena bentuk luar yang khas. Satwa ini memiliki hidung yang besar dan mancung bagi hewan jantannya, dan bentuk hidung lancip bagi yang betina. Dalam bahasa Latin bekantan disebut dengan Nasalis larvatus, atau dalam bahasa Inggris sering disebut dengan istilah Proboscis monkey. Di Kalimantan primata ini mempunyai banyak sebutan seperti kahau (Kalimantan); bakara, bengkara, bengkada (Nagju, Kutai); paikah (Manyaan); rasong (Dayak); batangan (Pontianak); atau juga disebut monyet Belanda (Kalimantan Selatan). Mereka tersebar hampir di seluruh pulau Kalimantan termasuk Sabah Malaysia Timur. Di Kalimantan Selatan mereka dapat dijumpai di pulau Kaget dan pulau Laut, umumnya sering terlihat pada daerah hutan rawa atau muara sungai dan pinggiran sungai. Di Kalimatan Barat, mudah dijumpai di gunung Palung yang merupakan daerah hutan bakau, atau di sekitar sungai hingga hutan dataran tinggi. Sedangkan di Kalimantan Tengah, sering dijumpai di Taman Nasional Tanjung Puting. Mereka hidup di muara sungai ataupun pinggiran sungai, atau di dekat Sungai Mahakam. Di Kalimantan Timur dapat ditemui di Taman Nasional Kutai serta hutan rawa gambut dan hutan bakau di pantai Kalimantan Timur. Secara umum mereka hidup di sekitar sungai besar atau muara sungai. Bekantan merupakan bangsa primata yang mempunyai bentuk lain dari pada yang lain. Panjang ekor, lebih kurang sama dengan panjang tubuh, yaitu sekitar 559 - 762 mm. Warna rambut pada tubuhnya bervariasi. Bagian punggung berwarna cokelat kemerahan, sedangkan bagian ventral dan anggota tubuhnya berwarna putih keabuan. Bentuk hidung panjang, bagian muka tidak ditutupi oleh rambut. Ukuran hidung pada jantan dewasa lebih besar dari pada betina, demikian pula ukuran tubuhnya. Panjang tubuh bekantan jantan sekitar 660 - 762 mm dengan berat badan sekitar 16 - 22,5 kg. Sedangkan betina dewasa lebih kecil dari pada jantan, yaitu 533- 609 mm dengan berat tubuh sekitar 7 - 11 kg. Bekantan memakan berbagai bagian tumbuhan, lebih dari 50 % bekantan memakan daun muda, sekitar 40 % memakan buah, sisanya memakan berbagai jenis dari bagian tumbuhan seperti bunga, biji dan beberapa jenis serangga. Saat musim surut, mereka sering turun ke tanah untuk mencari makanan berupa serangga tanah. Binatang ini hidup di alam membentuk suatu kelompok besar. Kelompok pertama adalah kelompok yang dipimpin oleh satu jantan dominan dengan beberapa betina serta beberapa anak dan jantan-jantan muda atau disebut juga kelompok "single male". Kelompok kedua adalah kelompok yang umumnya hanya terdiri dari jantan semua. Umumnya individu di sini adalah jantan-jantan muda. Kelompok cukup besar, mencapai 25 ekor lebih. Kelompok besar ini, biasanya terdiri dari sub kelompok kecil. Saat mencari makan, mereka berpisah dan saat menjelang petang berkumpul kembali Bekantan merupakan satwa arboreal (hidup di pohon) yang kadang-kadang sering ditemui di tanah. Pergerakan dari dahan-ke dahan dilakukan berbagai cara, misalnya dengan melompat, bergantung atau bergerak dengan keempat anggota tubuhnya. Selain itu bekantan juga perenang ulung bila hendak menyeberangi sungai karena pada telapak tangan dan kakinya memiliki selaput kulit (web) seperti pada kodok. Pergerakan setiap hari dapat mencapai 1,5 kilometer lebih, sedangkan daerah jelajah bekantan cukup luas berkisar antara 50 - 270 ha, tergantung dari banyak sedikitnya anggota kelompok. Sebagai primata yang kerap kali menyeberang sungai, bekantan mempunyai cara untuk menghindar dari predator terutama buaya dan ikan karnivor (ikan toman). Pada saat berenang, melintas sungai itulah, satwa pemangsa sering menangkapnya. Cara melintas memang cukup unik. Umumnya mereka mengambil ancang-ancang dan mengayun dahan dari ketinggian pohon, kemudian meloncat terjun ke sungai. Saat menceburkan diri ke sungai, sering dilakukan bersama-sama diantara anggota kelompok. Di Taman Nasional Tanjung Puting, kelompok berkantan sering terlihat menyeberang sungai setelah ada perahu melintas. Kemungkinan dengan adanya perahu yang lewat, predator perairan akan menghindar, sehingga aman bagi kelompok bekantan untuk melintas sungai dengan berenang dan menyelam. Di tempat pemeliharaan, bekantan dapat hidup mencapai 5 tahun, di beberapa kebun binatang sudah dapat ditangkarkan. Bekantan pada saat-saat tertentu, sering mengeluarkan suara. Suara sengau seperti keluar dari hidung dikeluarkan oleh bekantan jantan. Suara ini sering dikeluarkan sebelum anggota kelompok memulai menjelajah. Kemungkinan untuk memberikan pertanda bagi anggotanya atau dikeluarkan untuk pamer kekuatan. Bisa juga untuk interaksi dengan kelompok atau jenis lain. Selain suara sengau, anggota kelompok juga sering mengeluarkan suara jeritan yang sering terdengar menjelang tidur. Perilaku mereka pun sangat lucu. Rupanya tak hanya manusia yang dapat mempelajari perilaku hewan. Bekantan pun dapat mengingat dengan mempelajari dari pengalaman. Monyet Belanda ini senang sekali melintas sungai, dengan berenang dan meloncat dan mencebur ke sungai untuk mencari makan. Predator mereka selain ular atau buaya adalah ikan toman yang ganas. Dari berbagai kasus, rupanya Bekantan bila ingin menyeberang menunggu perahu yang lewat. Mereka siap-siap meloncat setelah perahu atau klotok melintas. Dengan asumsi, setelah perahu lewat, ikan dan buaya menyingkir. Bekantan itupun saling lomba meloncat dan menyebur ke sungai dan berenang melintas ke seberang. Unik memang.

PESAN DARI ALAM

Mereka sudah dianggap hama perkebunan. Kasus pembantaian orangutan di perkebunan sawit di Kalimantan Timur, sungguh menyedihkan. Siapa yang salah? Kera merah yang lebih dulu menempati hutan itu, kini kehilangan rumahnya yang berupa hutan tropik. Mereka tak lagi mendapatkan buah-buahan yang disediakan oleh alam untuk menyambung hidup. Daun hijau yang segar tak lagi ditemukan, buah yang menjadi idola tak lagi didapat. Memang alam menyediakan lebih dari 400 jenis tumbuhan yang berbeda, yang menjadi makanan pokok orangutan ini. Ada yang dimakan buahnya, daun, kulit, bunga dan bagian tumbuhan yang lain. Namun kini tempat tinggalnya itu sudah berubah menjadi perkebunan. Tak ada lagi makanan, yang ada hanya tanaman perkebunan, yang dulunya tidak pernah mereka kenal. Mereka mencicipi, dan enak. Akhirnya mereka memakan, karena tak ada lagi makanan yang dapat dikonsumsi. Perkebunan kini menjadi tempat hidup mereka, tak ada lagi hutan yang layak untuk ditinggali, tak ada makanan yang layak untuk dikonsumsi. Namun mereka harus tinggal ditempat itu. Dan perlu diselamatkan, perlu dilindungi dan memberikan rumah untuk bersarang, menyediakan makanan agar tetap bertahan hidup. Semoga sisa sisa kehidupan ini dapat bertahan, dan manusia dapat hidup berdampingan dengan mereka, tanpa memburu, mengganggu, membunuh, agar lestari dan anak cucu kita dapat melihat langsung tak hanya dari gambar ataupun dongeng tentang kehidupan masa silam.

23 Desember 2013

PENDIDIKAN INVESTASI MASA DEPAN

Alam di sekitar kita telah menerima akibat dari ulah manusia yang mengabaikan kesejahteraannya dengan pola pemanfaatan yang berlebihan. Kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan semakin meningkat seiring dengan terus berkembangnya peradaban manusia dan pemenuhan kebutuhan hidup. Kini, ketika kualitas hidup mulai terasa semakin menurun, bumi mulai terasa sesak, dan kapasitas alam mulai menyentuh batas jenuhnya, masyarakat mulai menaruh perhatian pada topik-topik sekitar alam. Salah satu masalah pelestarian alam dan lingkungan hidup adalah berkurangnya keanekaragaman hayati dan menurunya kwalitas lingkungan di seluruh penjuru dunia. Manusia senantiasa membutuhkan sumber daya alam, tanpa melakukan pemanfaatan dan pengelolaan yang bijaksana. Ratusan ribu spesies terancam dan menuju kepada kepunahan, dalam jangka waktu yang sangat singkat dalam sejarah hidup menusia. Keadaan ini harus menjadi perhatian utama kita untuk malakukan usaha pelestarian alam dan isinya yang kini masih tersisa, karena keberadaan umat manusia dan sumber daya alam merupakan sebuah kesatuan ekosistem. Usaha-usaha untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan mempertahankan kwalitas lingkungan hidup yang seimbang dalam segala bentuk belumlah mencapai hasil yang memuaskan. Kualitas lingkungan dan kehidupan manusia terus menurun akibat ulahnya sendiri. Salah satu penyebab ulah manusia yang tidak peduli itu, adalah ketidaktahuannya mengenai peran keanekaragaman hayati dan perlunya pelestarian lingkungan hidup untuk menopang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, pendidikan pelestarian (konservasi) alam dan lingkungan hidup harus segera diperkenalkan sedini mungkin secara luas, dan berkesinambungan kepada masyarakat luas baik formal maupun informal, melalui program keliling dan mengunjungi kelompok sasaran di lapangan.

17 Januari 2013

ADOPSI POHON

DMO (Destination Management Organisation) atau program tatakelola daerah tujuan wisata, kini melakukan kegiatan untuk promosi Tanjung Puting khususnya dan Kotawaringin Barat, pada umumnya. Bentuk promosi ini mendatangkan para jurnalis, baik cetak ataupun elektronik. Dari sekian jurnalis yang diundang, terdapat para penulis lepas yang memiliki blok dalam dunia maya, mereka adalah para blogger. Dari berbagai kegiatan yang dilakukan dan kunjungan ke berbagai daerah tujuan wisata yanga ada di Tanjung Putting atau di Kotawaringin Barat, mereka menulis artikel dan menayangkan ke dunia maya. Harapannya dengan program ini daerah yang dijadikan program DMO, semakin dikenal. Dari berbagai daerah yang dikunjungi, salah satunya adalah di Camp Pesalat. Camp ini dikelola oleh FNPF (Friend of National Park Foundation) yang bekerja sama dengan Balai Taman Nasional Tanjung Putting, yang focus kepada perbaikan lahan. Kegiatannya menyiapkan berbagai jenis bibit tanaman, selain ditanam di kawasan yang merupakan bekas ladang, FNPF juga membuka program “adopsi pohon”. Kegiatan ini, nampaknya sederhana, mengambil tanaman dan menanam, dimana lahan sudah disediakan oleh BTNTP dan FNPF. Namun program tersebut, memiliki nilai edukasi yang mendalam. Dimana siswa sekolah, atau pengunjung, atau wisatawan, berperan aktif dalam melakukan kegiatan proses tersebut. Mulai dari memilih tanaman, mengukur tinggi bibit, membuat lubang tanaman, dan menanam. Pak Ledan, sebagai petugas, mencatan semua “pengadopsi” pohon, lengkap dengan alamat, nomor kontak, nama pohon yang ditanam, tanggal, bulan tahun ataupun nomor petak. Program semacam ini, sudah banyak diterapkan diberbagai daerah, atau kawasan konservasi seperti taman nasional, arena pendidikan, suaka margasatwa atau cagar alam. Prosesnya hampir sama seperti yang dilakukan oleh FNPF. Sebuah pendidikan yang dimulai dari awal, dengan harapan masyarakat mengetahui sebuah proses yang memerlukan waktu. Agar mereka mencintai pohon, tidak menebang, tidak membabat, agar alam lebih hijau.

16 Januari 2013

PERUBAHAN IKLIM, PERUBAHAN SEGALANYA

Awal bulan Juni 2012, saya berkesempatan berkunjung ke Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, dalam acara pelatihan mengenai pembuatan paket wisata alam. Tanjung Puting, alamnya memang sangat indah. Kemungkinan untuk bertemu dengan satwa liar, sangat mudah. Seperti Orangutan, Bekantan, Lutung, Macaca, dan berbagai jenis burung dsb. Untuk menjangkau ke sana pun, relatif sangat mudah, dan tidak perlu bersusah payah.
 Ke Tanjung Puting, dari berbagai kota besar, sudah terhubung dengan penerbangan, seperti dari Jakarta, Pontianak, Semarang, Surabaya, Banjarmasin atau bahkan dari Balikpapan.
 
Nah, saat mau membuat paket tahunan tentang melihat orangutan dan petualangan melihat satwa di alam, ada hal yang hilang, artinya hilang dalam arti lingkungan yang sudah berubah. Perubahan itu, sudah berlangsung 2 tahun terakhir ini, yaitu menghilangnya kehidupan kelelawar dan ulat yang tak lagi ditemukan di jalur pariwisata.
Kelelawar tidak seperti dulu, mudah ditemukan. Masih ingat sekali kelelawar yang ada di Kebun Raya Bogor. Entah kemana mereka hijrah dan tak lagi ditemukan di Kebun Raya Bogor. Selain kelelawar itu juga ulat "marau" di kawasan konservasi tersebut (belum tahu bahasa latinnya atau jenisnya), juga telah menghilang. Orangutan, berbagai jenis serangga atau bahkan masyarakat sekitar, sangat menyukai kepompong tersebut. Saya pun pernah mencoba, makan kepompong tersebut yang telah dimasak, nikmat.
 Menghilangnya jenis jenis tersebut, menjadi sebuah pertanyaan besar. Apakah akibat kebakaran hutan? Di Kalimantan Tengah, kebakaran hutan memang sudah menjadi “langganan” setiap tahun. Tetapi mengapa baru 2 tahun terakhir ini mereka menghilang? Ataukah sering terjadi kebakaran hutan meningkatkan suhu di sekitar kawasan?
Bisa jadi akibat perubahan iklim secara global, sehingga mempengaruhi kehidupan satwa yang sangat sensitive terhadap perubahan iklim atau meningkatnya suhu di sekitarnya.
 
 Sepuluh tahun silam, terjadi bencana ekologi (kalau dapat saya sebut seperti itu), dimana terjadi migrasi belalang dari arah selatan ke utara barat di pulau Kalimantan ini. Karena terlalu banyaknya belalang tersebut, sekali “mampir” ke tumbuhan yang mempunyai daun berbentuk pita (seperti jagung, padi dsb) dalam hitungan menit, musnah. Perpindahan tersebut kadang membuat langit hitam tertutup dengan belalang yang melakukan perjalanan. Namun setelah saya amati, belalang itu selalu menghindari hutan yang masih tersisa. Sehingga perjalanan mereka selalu berputar dan menghindari hutan, bila rombongan tersebut akan menuju ke ladang jagung ataupun padi. Mengapa?
 
 Hilangnya spesies tertentu, tentu sangat mengganggu siklus sebuah kehidupan di alam. Ulat-ulat yang berbiak di pohon tertentu (yang sering dikenal adalah pohon ketiau), kadang membuat pohon tersebut “gundul” karena tak lagi mempunyai daun, namun hal ini hanya sementara, karena hukum alam selalu terjadi. Adanya ulat tersebut, sangat membantu dalam penyedia makanan atau protein bagi satwa yang memangsanya. Kadang saat musim tersebut, beberapa satwa terlihat gemuk, subur, sehingga sangat membantu dalam proses perkembangbiakan satwa. Dengan hilangnya jenis tersebut, langsung ataupun tidak, menganggu perkembangbiakan satwa langka, dan sedikit demi sedikit populasi berkurang, dan berkurang. Kemungkinan akan segera punah.
 
 Beberapa tahun terakhir ini, kita mendengar atau melihat. Jenis ulat yang menyerang mangrove atau malah ke kebun masyarakat, dan mulai masuk perkampungan atau perkotaan, yang sebelumnya tidak terjadi. Apakah hal ini karena serangga tersebut sudah kehilangan pakan?. Bisa jadi.
 Pemanasan global akan terus terjadi, lambat tetapi pasti, karena akibat hilangnya hutan dan rusaknya lingkungan. Alam akan berubah. Manusia dapat menyesuaikan diri, namun satwa liar, akan menanggung resiko, mereks dapat menyesuaikan diri, namun melalui sebuah proses yang panjang. Bagi yang betahan akan terus dapat hidup, namun yang rentan terhadap perubahan iklim, akan musnah. Hukum alam akan berlaku.

PESAN DARI ALAM

Petani Durian di suatu daerah di Sumatera Utara mengeluhkan, akhir-akhir ini produk duriannya turun. Panen durian tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi masyarakat itu, tidak tahu apa penyebabnya. Mungkinkah karena pohon durian itu sudah tua, dan harus diganti dengan durian yang muda. Atau ada factor lain? Pertanyaan demi pertanyaan yang tak kunjung terjawab. Di sisi lain, tak jauh dari kebun-kenun durian masyarakat, banyak kandang kandang yang berisikan kelelawar, yang ditangkap dan diperjualbelikan. Kelelawar yang ditangkap tersebut, konon memiliki khasiat untuk suatu penyakit tertentu, dan keperkasaan kaum pria. Itu konon kbabarnya. Dua kasus yang berbeda, namun hal tersebut menurut beberapa ahli, memiliki keterkaitan. Satu menangkap untuk diperjualbelikan, namun di sisi lain hasil perkebunan berkurang. Nah akibat dari penangkapan kelelawar tersebut, mengakibatkan turunnya hasil durian, karena kelelawar mempunyai peranan dalam penyerbukan. Perantara penyerbukan, berkurangnya satwa yang membantu proses penyerbukan, cepat atau lambat, berdampak pada panen buah yang penyerbukannya dibantu oleh satwa lain. Alam diciptakan untuk saling ketergantungan mahluk hidup yang satu dengan yang lain. Salah satu hilang, maka hilang pula mahluk hidup yang lain. Karena keseimbangan dalam kehidupan itu terganggu. Banyak hal, di alam terjadi kejadian yang tidak terjadi sebelumnya, konflik satwa. Satwa karnivora masuk kampung memangsa satwa peliharaan, atau kalau sudah “terpaksa” memangsa manusia. Sekawanan Gajah, memasuki perkebunan, perladangan memakan semua tanaman palawija, jagung, kebun yang ada. Malah terkadang gajah-gajah itu menghancurkan, meluluh lantakkan dusun. Belum lagi berbagai jenis primate. Orangutan banyak menyerang perkebunan sawit, perkebunan hutan tanaman industry, kebun buah-buahan milik masyarakat, ada kadang sudah memasuki perkampungan untuk mencari makan. Beberapa jenis monyet lainnya, juga banyak menyerbu perkebunan. Kini satwa-satwa itu menjadi masalah baru bagi manusia yaitu, konflik antara satwa dan manusia. Satwa sudah dianggap menjadi hama tanaman yang sangat merugikan manusia. Sementara satwa-satwa itu, merasa telah kehilangan habitat, kehilangan rumahnya yang berupa hutan tropis dan berubah menjadi berbagai kepentingan. Apa yang dapat kita lakukan untuk menyelamatkan satwa-satwa itu dari kepunahan?

AKU DAN SISWOYO

AKU DAN SISWOYO
Aku dan Sis tahun 1983, waktu pertama kali melakukan penelitian orangutan, Dia meninggal saat melahirkan anak, terlulu sering melahirkan. Biasanya orangutan, jarak kelahiran anak yang satu dengan yang lain 5-7 tahun. Tapi Sis kurang dari 4 tahun. Maklum setiap harii di Camp, badan subur dan jantanpun sering menaksirnya. Saat melahirkan ari-arinya ketinggalan, terinfeksi setelah ditemukan sudah koma. Siswoyo punya anak 3, Siswi, Simon dan Sugarjito.