“ Didiklah anak-anakmu
sebab mereka lahir untuk hidup
dalam suatu jaman yang berbeda denganmu”
Suatu kata mutiara yang dikutip dari sebuah Hadist Rosull, memang sungguh indah untuk direnungkan, khususnya bagi mereka yang bergelut dalam bidang pendidikan. Betapa tidak perubahan jaman yang terus berlangsung yang mau tidak mau terjadi perubahan yang akan mempengaruhi perilaku hidup manusia.
Perkembangan jaman yang demikian pesat dan mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan yang kian hari kian parah, merupakan suatu tantangan bagi pemerhati lingkungan. Jalur pendidikan, merupakan salah satu jalur untuk memberikan informasi, membuat orang tahu, agar mereka mengerti dan dapat menyadari serta diharapkan akan ikut bertindak dalam menangani permasalahan lingkungan merupakan salah satu misi di dalam pendidikan lingkungan.
Pendidikan konservasi, lingkungan hidup yang selama ini dilakukan masih bersifat temporer, dan belum secara berkesinambungan. Artinya, program PLH dapat dilakukan apabila pelaku mendapatkan sponsor dari penyandang dana untuk menyebarluaskan informasi tentang lingkungan hidup. Atau dilakukan untuk memperingati hari penting yang berkaitan dengan lingkungan hidup atau ada event lainya.
Hal ini telah banyak dilakukan oleh berbagai lembaga, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Kegiatan ini juga dilakukan oleh lembaga sesuai dengan bidang minat yang ditekuni.
Permasalahanya adalah dapatkan pendidikan lingkungan hidup itu dilakukan terus menerus, tidak kenal waktu, tidak kenal event atau tidak tergantung dari lembaga donor ?.
Tentu bisa, kalau kita mau.
A. PLH Mandiri : Sebuah Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango.
Untuk sebuah pendidikan ataupun pelatihan mengenai lingkungan hidup, tentunya memerlukan dana ataupun sumber daya manusia untuk mendidik para peserta. Untuk mendapatkan dana ada berbagai cara yang dapat dilakukan. Salah satu cara adalah sistem subsidi silang. Untuk itu program pendidikan konservasi yang mandiri, sebuah konsep yang ditawarkan, untuk menunjang program pendidikan yang berkelanjutan. Program ini sedang diuji coba untuk menuju kearah program pendidikan yang berkelanjutan.
Uji coba ini dilakukan oleh Konsorsium Pendidikan Konservasi Alam yang beranggotakan Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Conservation International Indonesia program dan Yayasan Alam Mitra Indonesia (ALAMI). Program pendidikan pelestarian alam ini dirancang sebagai sebuah bentuk program pendidikan alternatif yang berkesinambungan yang diharapkan dapat dikelola secara mandiri. Program pendidikan pelestarian alam ini memiliki tujuan sebagai berikut :
Memperkenalkan, mempromosikan, dan mengembangkan konsep pendidikan pelestarian alam yang diselenggarakan di dalam kawasan Taman Nasional.
Menciptakan sebuah model management di zona penyangga dalam Taman Nasional yang berdasarkan prinsip kemandirian.
Meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya melestarikan sumber daya alam
Menciptakan sebuah model kerjasama antara Lembaga Swadaya Masyarakat, Pemerintah, lembaga-lembaga nasional dan internasional.
B. Program-program pendidikan.
Program pendidikan yang dilakukan di dalam kawasan pendidikan konservasi Bodogol, ada beberapa macam, disesuaikan dengan tujuan untuk memperkenalkan kehidupan hutan hujan tropik. Program tersebut dipilah, agar peserta atau pengunjung lebih terfokus untuk mempelajari suatu masalah. Namun tidak menutup kemungkinan, program tersebut dapat disatukan dalam sebuah paket dengan jangka waktu belajar yang memakan waktu 2 – hari.
Program-program tersebut dikemas dalam bentuk paket, sehingga memiliki nilai untuk para pengunjung ataupun siswa peserta pendidikan.
C.Pemasaran.
Sistem pemasaran, adalah kunci utama suksesnya dalam program ini. Untuk itu kerjasama dengan berbagai pihak telah dilakukan. Beberapa lembaga yang telah bekerja sama adalah sbb :
1. Travel agent atau tour operator. Umumnya penjual jasa wisata akan selalu mencari paket program yang lain dari pada yang lain. Dengan kemasan eko-wisata, maka paket pendidikan konservasi di alam tak kalah menariknya dengan paket program yang biasa ditawarkan oleh mereka.
2. Sekolah pilihan. Sekolah-sekolah pilihan, tentunya memiliki siswa dari kalangan menengah ke atas. Hal ini adalah segmen pasar yang penting untuk menjalin kegiatan bersama, terutama kegiatan extra kurikulernya. Umumnya mereka akan tertarik dengan paket-paket program yang ditawarkan, apabila telah memiliki sumber daya manusia sebagai tenaga interpreter yang berpengalaman.
3. Menawarkan program-program kepada lembaga yang sering melakukan kegiatan outbound training. Umumnya lembaga ini aktif mengadakan pelatihan kepada karyawan. Kegiatan ini sangat penting artinya untuk mendukung pendidikan lingkungan yang mandiri.
Masih banyak segmen pasar yang dilakukan, misalnya kelompok atau organisasi. Kelompok ini sangat potensial dalam mendukung dalam usaha tersebut.
D. Paket program.
Banyak sekali paket program yang dapat dibuat, tentunya setiap daerah memiliki ciri khas masing-masing, tergantung bagaimana cara mengemas paket tersebut. Kemasan yang menarik akan diminati oleh berbagai pihak, mulai dari siswa sekolah hingga masyarakat luas, baik lokal ataupun manca negara.
Daya tarik paket program ini sepenuhnya memanfaatkan kekayaan alam hutan kita. Misalnya satwa khas di daerah, tumbuhan yang unik, tumbuhan obat, persaingan hidup dihutan dsb. Pengetahuan ini dikemas dalam bahasa yang sederhana, informatif dan tidak berkesan menggurui. Hal ini penting artinya bagi interpreter yang membawa pengunjung ke dalam hutan. Ceritera-ceritera inilah yang mempunyai nilai jual untuk dipasarkan kepada pengunjung.
E. Fasilitas Pendidikan.
Fasilitas pendidikan lingkungan, sebaiknya di alam atau hutan. Di dalam hutan di desain atau dibuat jalur pendidikan dilengkapi dengan obyek-obyek yang menarik sebagai bahan interpretasi. Misalnya menjadi daerah teritorialnya primata, terdapat pohon yang buahnya sering dikunjungi berbagai jenis burung, melewati atau di pinggiran sungai, terdapat tumbuhan obat, rotan, liana dsb.
Obyek ini menjadi bahan ceritera yang sangat menarik untuk belajar rahasia kehidupan pada hutan hujan tropis. Untuk itu perlu pemilihan jalur yang baik, sehingga tidak memerlukan jalur yang panjang, pendek tetapi mewakili.
Fasilitas akomodasi, selayaknya perlu disediakan, dapat berupa asrama atau bentuk penginapan lain. Untuk penginapan ini dapat menghasilkan masuykan dana guna biaya pendidikan untuk berbagai kalangan masyarakat luas.
Di PPKA Bodogol, fasilitas yang disediakan masih terbatas. Fasilitas yang ada antara lain asrama, ruang pengelola, kelas, pondok belajar dan ruang makan serta dapur.
Asrama terbatas hanya untuk 30 orang, dan ruang belajar dapat menampung 40 orang. Sedangkan jalur pendidikan memiliki dua jenis yaitu ; jalur pendek sepanjang 1,6 km dan jalur petualangan sepanjang 3,4 km.
Dalam jalur pendek dilengkapi dengan berbagai atraksi dan obyek pendidikan, seperti hamparan rotan, beringin pencekik, pelataran pengamatan dan tempat berimajinasi. Selain itu juga telah dibangun jembatan kanopi (jembatan pohon) yang menjadikan daya tarik pengunjung. Sedangkan pada jalur petualangan, tidak banyak dirubah, masih alami dan penuh dengan rintangan.
F. Sistem subsidi silang.
Sistem ini dilakukan guna untuk melangsungan pendidikan lingkungan yang berkesinambungan, baik untuk masyarakat ataupun siswa sekolah. Dana yang terkumpul dari kunjungan sekolah pilihan dan kunjungan instansi pada hari libur, sabtu dan minggu, digunakan untuk membiayai program pendidikan yang dilakukan pada hari Senin – Kamis.
Program ini cukup efektif, dan mendapat respon yang positif bagi sekolah pilihan ataupun keluarga yang datang. Bahkan mereka tak segan untuk menjadikan PPKA Bodogol menjadi kunjungan belajar tentang alam bagi siswanya.
Subsidi silang juga dilakukan terhadap masyarakat di sekitar untuk mensosialisasikan program pendidikan konservasi. Masyarakat diundang untuk melihat secara langsung di dalam kawasan ini. Ajang pertemuan ini sangat bermanfaat bagi taman nasional dan LSM untuk berdiskusi, tukar pikiran masalah pelestarian hutan. Sehingga banyak sekali muncul berupa saran, pendapat bahkan menjadikan pertemuan untuk belajar mengenal sesama petugas.
G. Biaya tiket masuk.
Seperti halnya memasuki kawasan taman nasional lainnya di Indonesia, mengikuti program pendidikan di sini bagi sekolah pilihan atau sekolah yang mampu, serta keluarga atau lebaga lain dipungut biaya. Selain biaya tiket masuk taman nasional serta asuransi, juga dikenai biaya program. Biaya program disini dimanfaatkan untuk membeli bahan dan peralatan pendidikan, perawatan fasilitas, dan dana untuk pendidikan subsidi silang.
Biaya ini tentunya dapat disesuaikan dengan kondisi daerah yang akan dikembangkan atau insatnsi yang akan melakukan kegiatan.
H. Kunjungan terbatas dan pemanduan.
Daerah tujuan wisata, tentu banyak sekali permasalahan, mulai dari sampah, vandalisme, pengambilan tanaman dari dalam hutan dsb. Sebenarnya permasalahan ini dapat diatasi dengan membatasi kunjungan, serta memandu semua pengunjung yang memasuki kawasan taman nasional.
Memang pekerjaan ini banyak memerlukan sumber daya manusia yang terlibat, namun apabila dilakukan dengan benar-benar masalah tersebut akan dapat diatasi. Khususnya kawasan yang akan dibuka, maka sistem itu selayaknya harus diawali sedini mungkin.
Sistem pemanduan memasuki kawasan konservasi, di PPKA Bodogol dibagi dalam kelompok. Satu kelompok maksimum 5 orang ditambah pemandu atau interpreter yang dapat menjelaskan tentang kehidupan di dalam hutan.
Pemandu dapat dari tenaga volunteer, kader konservasi, masyarakat lokal ataupun polisi hutan yang tentunya telah diberikan pelatihan tehnik-tehnik pemanduan, menghadapi pengunjung serta bahan-bahan yang perlu dijelaskan kepada pengunjung.
I. Prospek pendidikan konservasi yang mandiri.
Prospek ke depan program pendidikan mandiri ini cukup meyakinkan, tergantung dari pengelolaanya dan kemauan untuk membuat sebuah pendidikan yang berkesinambungan. Untuk itu perlu kerjasama antara instansi pemerintah yang memiliki hak untuk pengelolaan (taman nasional, perhutani, BKSDA dsb) dengan lembaga swadaya masyarakat yang telah mampu melakukan program tersebut. Selain itu juga perlu melibatkan masyarakat lokal untuk mengelola usaha tersebut, misalnya sebagai pemandu, pengelola pondok, penyedia makanan dsb.
Disamping itu pemasaran dan pembuatan jaringan kerja adalah sisi lain untuk sukses program tersebut. Karena dengan melakukan kerjasam ayng disebutkan di atas dapat menghasilkan dana untuk kegiatan pendidikan yang mandiri.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar