13 Juli 2009

Pemkot Surabaya Kembangkan Kawasan Ekowisata

Pemkot Surabaya Kembangkan Kawasan Ekowisata
871 Hektar Diusulkan Menjadi Hutan Lindung Nasional
Jumat, 5 Juni 2009 14:06 WIB

Surabaya, Kompas - Kawasan hutan bakau seluas 871 hektar di Pantai Timur Surabaya diusulkan menjadi hutan lindung nasional. Kawasan Wonorejo itu akan dikembangkan sebagai kawasan ekowisata, budidaya, riset, dan hutan lindung.
Menurut Kepala Badan Perencanaan Kota Surabaya Tri Rismaharini, usul itu disampaikan pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada akhir tahun 2008. "Kawasan itu harus dilindungi fungsi lingkungannya," kata Rismaharini, Kamis (4/6) di Surabaya.
Ketua Tim Riset Yayasan Pendidikan dan Konservasi Alam (Yapeka) Ahmad Suwandi menjelaskan, ke-871 hektar itu terdiri atas 51 hektar kawasan lindung inti sebagai kawasan konservasi, 387 hektar kawasan penyangga (buffer zone) untuk konservasi hutan bakau pada masa mendatang, dan 433 hektar yang akan diperuntukkan bagi budidaya ekonomi masyarakat sekitar.
"Kami merekomendasikan wilayah budidaya digunakan untuk tambak bandeng atau udang, tetapi paling utama kawasan ini bisa ditujukan untuk ekowisata, pendidikan lingkungan hidup, dan riset," kata Suwandi.
Namun, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya perlu memperbaiki infrastruktur jalan menuju lokasi ini agar lebih ramah bagi penggunanya. "Kawasan menuju timur Surabaya terbilang tidak mulus dan berputar-putar," tutur Suwandi.
Pengembangan kawasan hutan mangrove Wonorejo ini diperkirakan membutuhkan biaya Rp 20 miliar. Total biaya Rp 20 miliar itu, menurut Rismaharini, akan diambil dari APBD 2009 Perubahan.
Rismaharini mengemukakan, pengerjaan detailed engineering design (DED) bernilai Rp 400 juta terkait dengan pengembangan wilayah ini telah dibiayai PT HM Sampoerna Tbk. Sementara riset atas potensi wilayah dikembangkan melalui kerja sama Pemkot Surabaya, Yapeka, dan Sampoerna.
Potensi hayati
Kepala Dinas Pertanian Kota Surabaya Samsul Arifin memaparkan, keberadaan kawasan hutan bakau Wonorejo di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) ini berpotensi meningkatkan keragaman hayati di Indonesia.
Ia mencontohkan, spesies burung mengalami peningkatan jumlah spesies hingga empat kali lipat. Tahun 2005 spesies burung hanya mencapai 35 jenis, tahun 2006 meningkat menjadi 47 jenis, tahun 2007 menjadi 83 jenis, dan tahun 2009 ini menjadi 137 jenis.
"Wilayah ini pada tahun 2001-2002 mencapai tingkat kerusakan paling parah. Namun, perbaikan kawasan terus dilakukan hingga saat ini kondisinya baru mencapai 60 persen keadaan semula," kata Samsul.
Di antara ratusan jenis burung itu terdapat beberapa jenis burung yang berada dalam ambang kepunahan, antara lain kuntul cina (Egretta eulophotes), trinil nordman (Tringa guttifer), cerek jawa (Charadrius javanicus), dan kacamata jawa (Zosterops flavus).
Di kawasan inti hutan mangrove ini, menurut data Yapeka, terdapat sedikitnya 16 jenis mangrove, 7 jenis primata, 10 jenis ular, dan 34 jenis ikan. (DEE)

0 komentar:

AKU DAN SISWOYO

AKU DAN SISWOYO
Aku dan Sis tahun 1983, waktu pertama kali melakukan penelitian orangutan, Dia meninggal saat melahirkan anak, terlulu sering melahirkan. Biasanya orangutan, jarak kelahiran anak yang satu dengan yang lain 5-7 tahun. Tapi Sis kurang dari 4 tahun. Maklum setiap harii di Camp, badan subur dan jantanpun sering menaksirnya. Saat melahirkan ari-arinya ketinggalan, terinfeksi setelah ditemukan sudah koma. Siswoyo punya anak 3, Siswi, Simon dan Sugarjito.